Dia beralasan tidak ada ketentuan kewajiban pasok dalam perjanjian jual beli listrik (PJBL) PLTSa. Dengan demikian, klausul penalti menjadi tidak relevan.
Di sisi lain, kata dia, PLN hanya akan membayar listrik yang benar-benar tersalur ke jaringan listrik milik perusahaan negara itu.
“Pengenaan penalti seharusnya tidak pada keluaran listriknya tetapi pada kinerja pengolahan sampahnya,” tegas Bernadus.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto meniadakan ketentuan penalti bagi pengembang listrik swasta dalam kontrak jual beli listrik PLTSa. Ketentuan denda atau penalti biasanya diadopsi PLN untuk menjamin pasokan listrik dari IPP.
Lewat Perpres 109/2025, Prabowo memastikan pengembang pembangkit sampah tidak dapat dikenakan denda atau penalti apabila besaran daya terkontrak dalam PJBL dengan PLN tidak terpenuhi.
“Tidak dikenakan denda atau penalti [take-and-pay] apabila besaran daya dalam PJBL tidak terpenuhi yang disebabkan oleh permasalahan teknis di luar kendali BUPP PSEL [IPP PLTSa] dan kecukupan pasokan sampah oleh pemerintah daerah,” seperti dikutip dari Perpres tersebut.
Sementara itu, PLN mesti memprioritaskan listrik dari pembangkit sampah masuk ke dalam jaringan (must dispatched), sesuai besaran energi yang diperjanjikan setiap tahun (annual contracted energy).
“PLN wajib menandatangani PJBL dalam jangka waktu paling lama 10 hari kerja setelah BUPP PSEL [IPP PLTSa] memenuhi kewajiban perizinan sebelum melaksanakan konstruksi ,” seperti dikutip dari Perpres tersebut.
Adapun, jangka waktu PJBL dipatok selama 30 tahun terhitung sejak pembangkit sampah dinyatakan telah mencapai tahap operasi komersial atau commercial operation date (COD).
Sementara itu, Prabowo menetapkan tarif listrik yang mesti dibeli PLN sebesar US$20 sen per kilowatt hour (kWh) dari IPP.
Di sisi lain, Prabowo turut menekankan perjanjian kerja sama antara pemerintah daerah dengan IPP pengelola pembangkit sampah.
Sejumlah poin kerja sama itu di antaranya pemerintah daerah memberikan lahan pinjam pakai tanpa dikenakan biaya, kesiapan dan komitmen pengumpulan dan pengangkutan sampah, jangka waktu kerja sama, wanprestasi pelaksanaan kerja sama, kompensasi apabila pemerintah daerah tidak memenuhi pasokan sampah minimal 1.000 ton per hari.
Nantinya, subsidi dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah bakal berakhir setelah perjanjian kerja sama pembangkit sampah dengan IPP itu selesai.
“Pemerintah daerah melaksanakan penyelenggaraan PSEL tanpa subsidi dari pemerintah pusat setelah perjanjian kerja sama berakhir,” dikutip dari Perpres tersebut.
Tender Dibuka
Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara resmi membuka tender tahap satu proyek PLTSa pada Kamis (6/11/3025). Terdapat proyek di 7–10 wilayah yang akan dilelang pada pekan ini.
Managing Director Investment Danantara Stefanus Ade Hadiwidjaja menjelaskan tender tersebut dilakukan pada proyek di masing-masing wilayah tersebut dan akan diikuti oleh 24 daftar penyedia terseleksi (DPT) yang sudah terseleksi dari total 200 calon.
Stefanus menjelaskan, masing-masing DPT yang memenangkan tender akan membentuk konsorsium dengan perusahaan lokal untuk menjalankan proyek PLTSa.
Dia juga membuka peluang bahwa perusahaan penyedia teknologi tersebut akan memenangkan tender lebih dari satu proyek, akan tetapi konsorsium yang dibentuk akan tetap mengikuti jumlah proyek yang dilelang.
Sejumlah proyek PLTSa yang akan dilelang pada putaran pertama di antaranya DKI Jakarta, Tangerang, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, Bali hingga Makassar.
Stefanus menargetkan seluruh tahap penawaran lelang perdana tersebut akan rampung pada kuartal I-2026. Dengan begitu, proyek tersebut bisa segera groundbreaking pada awal tahun depan.
(azr/naw)































