Logo Bloomberg Technoz

Sepertinya harga emas sedang menjalani fase konsolidasi. Maklum, harga sudah naik tinggi sekali.

Sepanjang 2025 (year-to-date), harga aset ini masih mencatat kenaikan 49,82%. Setahun ini, harga melesat 43,2%.

Kenaikan yang sudah begitu tinggi tentu akan membuat investor tergoda untuk mencairkan keuntungan. Risiko profit taking akan selalu membayangi harga emas.

Selain itu, tren penguatan harga nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) juga membebani langkah emas. Kemarin, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,33% ke 100,21.

Ini menjadi kali pertama Dollar Index menyentuh level 100 sejak Mei.

Dolar AS mendapat angin segar dari hasil rapat bank sentral Federal Reserve pekan lalu. Dalam konferensi pers usai rapat, Gubernur Jerome ‘Jay’ Powell menegaskan bahwa penurunan suku bunga acuan bulan depan masih jauh dari kata sepakat.

Mengutip CME FedWatch, peluang pemangkasan Federal Funds Rate sebesar 25 basis poin (bps) pada rapat Desember adalah 69%. Sementara probabilitas suku bunga ditahan adalah 31%.

Suku bunga yang mungkin tidak turun membuat dolar AS dalam posisi yang diuntungkan. Ini membuat nilai tukar mata uang Negeri Paman Sam terus menanjak.

Emas adalah aset yang dibanderol dalam dolar AS. Apresiasi dolar AS akan membuat emas jadi lebih mahal bagi investor yang memegang mata uang lainnya.

“The Fed yang gamang dan keperkasaan dolar AS adalah penyebab aksi jual massal (sell-off) di pasar emas,” tegas Ole Hansen, Head of Commodity Strategy di Saxo Bank, seperti dikutip dari Bloomberg News.

(aji)

No more pages