Huda pun menekankan, pemerintah perlu mewaspadai adanya predatory pricing—istilah perdagangan yang mengacu pada praktik permainan harga. Predatory pricing bisa terjadi ketika terdapat ketimpangan modal.
Maka dari itu, tugas Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah untuk melakukan pengawasan pembentukan harga oleh platform. Efisiensi yang seharusnya dialamatkan sebagai pemerintah seharusnya pada biaya industri yang bisa didukung oleh pemerintah, misalnya terkait dengan penyediaan tempat parkir ojol resmi atau shelter dan penyediaan jaminan sosial.
“Sejatinya, masalah kesejahteraan mitra pengemudi ojol ini sudah kita suarakan berkali-kali dengan mendorong pemberian jaminan sosial. Jaminan sosial ini menjadi tanggung jawab platform, driver, konsumen, dan juga pemerintah. Semuanya perlu ada porsi yang pas bagi masing-masing pemain,” ungkap Huda.
Lebih lanjut dia, perlindungan sosial bagi mitra minimal berupa jaminan kesehatan dan jaminan kecelakaan kerja. Selain itu, harus ada skema-skema yang perlu dikembangkan sesuai karakteristik mitra driver. “Mitra driver yang bisa mempunyai lebih dari satu pemberi kerja misalkan, harus bisa diakomodir dalam sistem pemberian jaminan oleh BPJS [Badan Penyelenggara Jaminan Sosial]. Peran dari aplikator juga patut dirumuskan,” pungkas Huda.
Sebelumnya, Prabowo mengatakan pemerintah tengah berdiskusi dengan perusahaan ojol. Hal ini bertujuan untuk mencari pelayanan terbaik bagi pengemudi ojek online. “Sekarang kita sedang diskusi terus sama perusahaan-perusahaan terbesar ojol untuk kita cari pelayanan terbaik untuk pengemudi ojol ini. Kemudian efisiensi, sehingga tidak terjadi suatu persaingan yang saling merugikan,” kata Prabowo dalam sidang kabinet paripurna di Istana Negara, Jakarta, Senin (20/10/2025).
(far/wep)

































