Logo Bloomberg Technoz

Sementara, dokumen CFI membahas potensi pemanfaatan pita frekuensi 2 GHz untuk pengembangan dua teknologi tersebut. Kajian ini disusun oleh Direktorat Penataan Spektrum Frekuensi Radio, Orbit Satelit, dan Standardisasi Infrastruktur Digital, Direktorat Jenderal Infrastruktur Digital Kemkomdigi RI.

Pemerintah menyebut kajian ini menjadi bagian dari pelaksanaan rencana strategis Kemkomdigi RI 2025-2029, yang mendukung sasaran rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) 2025-2029. Lewat proses konsultasi publik ini, Kemkomdigi RI membuka ruang bagi operator telekomunikasi, penyedia layanan satelit, industri penerbangan, produsen perangkat, asosiasi, akademisi, serta masyarakat luas untuk menyampaikan pandangannya mengenai peluang teknis, kebutuhan spektrum, model bisnis, dan kebijakan pendukung. 

Di samping itu, teknologi mirip NTN-D2D telah lebih dulu muncul, yang diperkenalkan oleh layanan internet berbasis satelit, Starlink. Perusahaan kepunyaan miliarder Elon Musk tersebut sudah merilis layanan bernama direct to cell.

Mengutip laman resminya, Selasa (21/10/2025) layanan ini memungkinkan penggunanya dapat mengakses menyeluruh untuk mengirim SMS, menelepon, dan menggunakan internet di mana pun berada, baik di darat, danau, ataupun perairan pesisir. Direct-to-cell pun bakal menghubungkan perangkat internet of things (IoT) dengan standar LTE umum.

 Namun, layanan tersebut tak dapat dipakai di Indonesia. Hal itu dikarenakan Starlink hanya mempunyai izin terbatas untuk penyedia jasa internet (internet service provider/ISP) dan penyelenggara jaringan tertutup (jartup) berbasis microwave link atau satelit very small aperture terminal (VSAT).

(far/spt)

No more pages