Logo Bloomberg Technoz

Senyawa-senyawa ini menimbulkan rasa perih, sesak napas, hingga kebutaan sementara.

Senyawa Berbahaya dalam Gas Air Mata

Polisi menembakkan gas air mata untuk membubarkan pedemo di Kawasan Pusat Bisnis Nairobi, Kenya, Selasa (25/6/2024). (Kang-Chen Chung/Bloomberg)

Kandungan kimia dalam gas air mata bukan sekadar menyebabkan rasa tidak nyaman, melainkan berpotensi menimbulkan kerusakan jangka panjang pada tubuh. 

CN dan CS adalah dua jenis senyawa paling umum yang digunakan. CN dikenal sebagai zat dengan efek iritasi yang lebih lama, sedangkan CS lebih kuat dalam hal menimbulkan rasa perih yang intens.

Selain itu, ada chloropicrin (PS) yang dapat memicu muntah dan batuk hebat. Sementara dibenzoxazepine (CR) dianggap jauh lebih kuat dibandingkan CS, sehingga efeknya bisa lebih menyakitkan meski digunakan dalam jumlah kecil. 

Perpaduan dari senyawa-senyawa ini membuat gas air mata sangat efektif, namun juga berisiko tinggi terhadap kesehatan manusia.

Efek samping yang ditimbulkan tidak bisa disepelekan. Kontak dengan gas air mata menyebabkan mata terasa terbakar, kulit memerah, hingga gangguan pernapasan. 

Rasa sakit yang muncul bahkan dilaporkan bisa 10.000 kali lebih kuat dibandingkan rasa pedas wasabi, terutama akibat kandungan CS dan CR.

Dampak pada Kesehatan Masyarakat

Pedemo reformasi pensiun berlari saat gas air mata ditembakkan di Paris, Prancis, Jumat (14/4/2023). (Nathan Laine/Bloomberg)

Penggunaan gas air mata dalam skala besar kerap menimbulkan korban. Pada jarak dekat, paparan bisa menyebabkan luka bakar, kebutaan sementara, hingga pendarahan. 

Pandangan kabur, rasa gatal berlebihan, serta kesulitan bernapas adalah gejala umum yang sering dirasakan oleh mereka yang terpapar.

Selain itu, ada pula risiko kerusakan jaringan pada mata dan kulit jika terpapar dalam waktu lama atau berulang. Pada kondisi tertentu, gas air mata juga dapat memicu asma, bronkitis, atau bahkan kerusakan paru-paru.

Efek jangka panjang ini sangat berbahaya, terlebih bagi kelompok rentan seperti anak-anak, lansia, dan penderita penyakit pernapasan.

Dampaknya tidak hanya fisik, tetapi juga psikologis. Banyak laporan menunjukkan bahwa individu yang sering terpapar gas air mata mengalami trauma, kecemasan, bahkan gangguan tidur akibat pengalaman buruk yang dialami.

Cara Mengurangi Efek Gas Air Mata

Pedemo menendang gas air mata selama aksi menentang reformasi pensiun di Paris, Prancis, Selasa (28/3/2023). (Nathan Laine/Bloomberg)

Meski sulit dihindari dalam situasi kerusuhan, ada langkah-langkah penting yang bisa dilakukan untuk meminimalisir dampak gas air mata. 

Membilas mata dengan air bersih mengalir selama setidaknya 10 menit adalah tindakan pertama yang disarankan. Jika tersedia, penggunaan air garam steril atau larutan saline lebih efektif.

Namun, ada hal penting yang harus diingat: jangan menggosok mata. Gesekan dapat mengaktifkan kembali kristal gas air mata yang menempel, memperburuk rasa sakit dan iritasi. 

Mandi dengan cara berendam juga tidak disarankan, karena zat kimia berpotensi menyebar dan meresap ke bagian tubuh lain.

Pakaian yang terkontaminasi harus segera dilepas dan dipisahkan dari cucian lain. Bahan kimia yang menempel pada kain bisa menimbulkan paparan ulang jika tidak ditangani dengan benar.

 Itulah sebabnya, pencucian harus dilakukan terpisah menggunakan detergen dalam jumlah banyak.

Rekomendasi Dokter Spesialis

Menurut dr. Arini Astasari Widodo, anggota Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (Perdoski), langkah terbaik setelah terpapar gas air mata adalah segera membersihkan kulit dengan air mengalir dalam jumlah banyak. 

Air biasa atau suhu ruang sudah cukup, tidak perlu menggunakan air panas karena justru dapat memperparah kondisi.

Setelah itu, menjaga kelembaban kulit sangat penting. Pelembap dengan kandungan ceramide, petrolatum, atau lidah buaya (aloe vera) disarankan karena mampu memperbaiki lapisan pelindung kulit yang rusak.

Jika ada iritasi berat atau luka, penggunaan krim antiinflamasi dapat membantu. Kortikosteroid topikal ringan seperti hydrocortisone bisa dipakai, tetapi harus sesuai anjuran dokter. Proses pemulihan biasanya berlangsung 1–3 hari jika iritasi ringan. 

Namun, pada kasus dermatitis berat atau luka, penyembuhan bisa memakan waktu hingga dua minggu.

Mitos dan Kesalahpahaman

Massa setelah ditembakkan gas air mata (29/8/2025). (Bloomberg Technoz/Merinda)

Di tengah masyarakat, ada berbagai cara tradisional yang sering dilakukan untuk mengatasi paparan gas air mata. 

Salah satunya adalah penggunaan pasta gigi atau odol di sekitar mata. Menurut dr. Arini, hal ini sangat berbahaya dan justru harus dihindari.

Odol mengandung menthol, fluoride, serta detergen yang bisa memperparah iritasi. Alih-alih meredakan rasa perih, odol bisa menimbulkan dermatitis, luka bakar kimia, bahkan infeksi sekunder. 

Oleh karena itu, langkah ini sama sekali tidak direkomendasikan dan sebaiknya dihentikan.

Kesalahpahaman lain adalah membiarkan pakaian terkena gas air mata tetap dipakai dalam waktu lama. 

Padahal, hal tersebut justru memperburuk paparan karena zat kimia bisa terus bekerja pada kulit.

Risiko Paparan Berulang

Bahaya gas air mata meningkat tajam bila seseorang terpapar berulang kali dalam waktu singkat. Menurut dr. Arini, paparan berturut-turut selama tiga hari dapat menyebabkan akumulasi iritasi pada kulit. 

Hal ini meningkatkan risiko peradangan berat, luka terbuka, dan infeksi sekunder.

Selain itu, risiko kerusakan paru-paru dan saluran pernapasan juga meningkat. Individu dengan riwayat penyakit asma atau alergi pernapasan lebih rentan mengalami komplikasi serius. 

Kondisi seperti ini tentu berbahaya, terlebih bila terjadi pada massa yang jumlahnya besar.

Gas Air Mata dan Hak Asasi Manusia

Polisi menembakkan gas air mata untuk membubarkan pedemo di Kawasan Pusat Bisnis Nairobi, Kenya, Selasa (25/6/2024). (Kang-Chen Chung/Bloomberg)

Penggunaan gas air mata dalam pembubaran demonstrasi menimbulkan perdebatan panjang. Di satu sisi, aparat beralasan gas air mata diperlukan untuk mengendalikan kerumunan. 

Namun di sisi lain, efek kesehatan yang ditimbulkan sering kali tidak sebanding dengan tujuannya.

Banyak organisasi hak asasi manusia menilai penggunaan gas air mata bisa dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran, terutama bila digunakan secara berlebihan. 

Risiko cedera, trauma, hingga kematian membuat gas air mata harus digunakan secara sangat hati-hati, bila tidak ingin menimbulkan korban.

Gas air mata bukan sekadar alat pengendali massa, melainkan senyawa kimia berbahaya yang membawa risiko serius bagi kesehatan. 

Dampaknya meliputi iritasi ringan hingga kerusakan organ yang lebih parah. Penanganan yang cepat dan tepat sangat diperlukan untuk meminimalisir bahaya.

Dokter menganjurkan agar masyarakat segera membilas mata dan kulit dengan air mengalir, mengganti pakaian, serta menggunakan pelembap yang aman. 

Mitos seperti penggunaan odol harus segera ditinggalkan.

Yang lebih penting, kesadaran publik harus ditingkatkan bahwa gas air mata bukanlah senjata "aman". Setiap paparan bisa membawa risiko jangka pendek maupun panjang.

Oleh karena itu, penggunaannya perlu dikaji ulang agar tidak menimbulkan dampak kesehatan luas pada masyarakat.

(seo)

No more pages