“Jadi gini, sekarang ini kan kalau B50 berarti kan penambahan CPO, kebutuhan CPO. Nah kalau penambahan kebutuhan CPO, ada tiga konsepnya untuk memenuhi,” tegas dia.
Sekadar catatan, kebijakan DMO saat ini sudah diberlakukan untuk CPO, tetapi untuk memenuhi kebutuhan bahan baku minyak goreng. Rasio DMO CPO untuk minyak goreng saat ini adalah 1:4, alias setiap 1 ton CPO yang diwajibkan pasok ke dalam negeri, produsen dapat mengekspor 4 ton minyak sawit.
Berlaku 2026
Pada kesempatan yang sama, Bahlil mengungkapkan implementasi mandatori B50 ditarget berlaku pada semester II-2026. Saat ini, kata Bahlil, Kementerian ESDM sedang melanjutkan pengetesan bahan bakar nabati tersebut.
“Direncanakan semester II-2026 Itu mulai kita implementasikan,” ucap Bahlil.
Terpisah, Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani memprediksi Indonesia tambahan produksi 4 juta kiloliter (kl) fatty acid methyl ester (FAME) untuk menjalankan mandatori B50 pada 2026.
Dia menjelaskan saat ini total produksi biodiesel untuk memenuhi kebutuhan B40 berada sekitar 15,7 juta kl. Untuk B50, Eniya memprediksi program tersebut akan menghabiskan biodiesel sekitar 19 hingga 20 juta kl.
Dengan begitu, Indonesia membutuhkan tambahan produksi sekitar 4 juta kl FAME untuk menjalankan B50.
Lebih lanjut, Eniya optimistis penambahan bahan baku tersebut dapat terpenuhi dari pasokan CPO domestik, yang saat ini produksinya sekitar 50 juta metrik ton per tahun.
Selain tambahan perkebunan sawit, Eniya yakin ekspansi pabrik-pabrik biodiesel akan membuat kebutuhan biodiesel untuk B50 dapat terpenuhi.
Dalam perkembangannya, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman memastikan Indonesia akan memangkas 5,3 juta ton ekspor CPO pada 2026 guna menyokong program mandatori B50.
Amran mengatakan produksi CPO Indonesia mencapai sekitar 46 juta ton/tahun, tetapi hanya 20 juta ton yang digunakan untuk diproses di dalam negeri. Adapun, 26 juta ton lainnya masih dijual untuk pasar ekspor.
“B50 membutuhkan CPO 5,3 juta ton. Ekspor ini nantinya kita tarik 5,3 juta ton, kemudian dijadikan biofuel, dijadikan pengganti solar,” ungkap Amran.
Indonesia padahal adalah produsen dan eksportir CPO nomor satu dunia. Tingginya kebutuhan CPO dalam negeri untuk program B50 akan membuat ekspor berkurang, artinya pasokan ke pasar internasional menyusut.
Berdasarkan data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), total produksi CPO mencatat sepanjang Januari—Juli 2025 mencapai 30,59 juta ton dan 14,3 juta ton di antaranya dimanfaatkan untuk dalam negeri, sedangkan 19,2 juta ton sisanya diekspor.
Berdasarkan kebutuhannya, sektor pangan menyerap sekitar 5,7 juta ton CPO, oleokimia 1,3 juta ton CPO, dan biodiesel 7,2 juta ton CPO.
Gapki juga mencatat, dalam tiga tahun terakhir, produksi CPO stagnan di sekitar 50 juta ton. Perinciannya; realisasi produksi 2022 sebesar 46,7 juta ton, 2023 sebanyak 50,6 juta ton, dan 2024 sejumlah 48,1 juta ton.
(azr/wdh)


































