Dalam seminggu terakhir, harga emas terangkat 4.2% secara point-to-point. Selama sebulan ke belakang, harga melejit 12,21%.
Sepanjang 2025 (year-to-date), harga emas meroket 55,84%.
Salah satu penyebab lonjakan harga emas adalah bank sentral di berbagai negara yang melakukan aksi borong. Mengutip riset Deutsche Bank AG, emas mulai mencengkram neraca bank sentral selepas krisis keuangan 2008.
“Praktik flight to safety investor institusi menyebabkan bank sentral ikut menjadi pembeli emas pada 2010. Saat ini, akibat peningkatan ketidakpastian dan volatilitas pasar, emas kembali. Lebih dari 36.000 ton emas sekarang berada di cadangan bank sentral,” ungkap riset tersebut.
Bank sentral pun perlahan mulai meninggalkan ketergantungan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sebagai cadangan devisa utama. Pada 2000, porsi dolar AS terhadap cadangan devisa dunia masih 60%. Namun pada 2025 tinggal 41%.
Selain itu, tren penurunan suku bunga juga menjadi sentimen positif bagi emas. Bank sentral AS Federal Reserve sepertinya masih di jalur pelonggaran moneter.
Berdasarkan CME FedWatch, peluang penurunan suku bunga acuan Negeri Paman Sam sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 3,75-4% dalam rapat bulan ini mencapai 98,9%. Masih ada kemungkinan Federal Funds Rate turun sekali lagi pada Desember.
Emas adalah aset yang tidak memberikan imbal hasil (non-yielding asset). Memegang emas akan lebih menguntungkan saat suku bunga turun.
(aji)






























