Pertama, urusan yang disebut secara tegas dalam UUD 1945 seperti dalam negeri, luar negeri, dan pertahanan. Kedua, urusan yang ruang lingkupnya disebutkan dalam UUD 1945, seperti pendidikan, agama, dan keuangan. Sementara kategori ketiga mencakup urusan di luar dua kelompok tersebut — salah satunya pariwisata.
“Karena pariwisata masuk kategori ketiga, maka kewenangannya terbatas. Nah, ketika kewenangannya terbatas, otomatis anggarannya juga terbatas,” ungkap Hariyadi.
Ia menambahkan, sistem tersebut membuat pariwisata tidak memiliki kekuatan struktural seperti sektor lain, padahal kontribusinya terhadap perekonomian daerah dan UMKM sangat besar.
Menurutnya, hal ini menjelaskan mengapa Indonesia kerap tertinggal dari negara-negara tetangga seperti Thailand, Malaysia, dan Singapura dalam hal jumlah wisatawan, infrastruktur, maupun promosi pariwisata.
“Kita punya potensi besar, punya pasar yang besar juga, tapi selalu kalah karena pemerintah tidak menjadikannya prioritas,” ujarnya.
Hariyadi berharap Undang-Undang Kepariwisataan yang baru dapat memperbaiki situasi tersebut. Ia menuturkan, sejak awal GIPI menaruh harapan besar bahwa regulasi baru ini akan membuka jalan bagi strategi nasional yang lebih terarah dalam pengembangan sektor pariwisata.
“Kami berharap undang-undang ini bisa menjadi titik balik agar pariwisata ditempatkan sebagai pilar utama pembangunan ekonomi,” katanya.
Namun, ia juga mengingatkan bahwa tanpa dukungan kelembagaan dan pendanaan yang kuat, harapan tersebut sulit terwujud. “Kalau pemerintah masih melihat pariwisata hanya sebagai pelengkap, ya sulit bagi kita mengejar negara lain,” ucapnya.
Hariyadi menegaskan bahwa pariwisata memiliki dampak langsung terhadap kesejahteraan masyarakat, terutama bagi pelaku UMKM dan ekonomi kreatif di daerah. Oleh karena itu, menurutnya, sektor ini seharusnya mendapat perhatian dan alokasi anggaran yang setara dengan sektor strategis lainnya.
“Pemerintah harus berani mengubah pola pikirnya. Pariwisata bukan sekadar hiburan, tetapi salah satu motor ekonomi rakyat,” tegas Hariyadi.
Ia menutup dengan pesan agar pemerintah dan DPR bersama-sama menempatkan pariwisata dalam posisi yang lebih penting dalam kebijakan pembangunan nasional.
(dec/spt)
































