Logo Bloomberg Technoz

“Kalau misalkan feedstock-nya harganya makin mahal, maka ‘subsidi’ biodiesel-nya itu akan makin mahal. Nah, kalau seperti itu ya, apa bedanya kita dengan mengimpor solar yang sama juga mahal?" kata Yayan ketika dihubungi, Senin (13/10/2025).

“Berdasarkan hitungan saya, [B50] itu bisa subsidinya lebih besar ya, itu bisa kisaran sekitar 20% sampai 25% [lebih tinggi dari subsidi solar]. Nah, sekarang itu misalkan untuk solar, kita subsidinya ya memang agak besar, tetapi mungkin tidak sebesar kalau misalkan kita menggunakan biodiesel,” terangnya.

Pengukuran curah hujan menjelang uji coba biodiesel berbasis kelapa sawit 40% di Dieng, Jawa Tengah./Bloomberg-Dimas Ardian

Pasokan CPO

Di sisi lain, Yayan juga menilai pasokan CPO Tanah Air belum mencukupi untuk menyuplai kebutuhan produksi B50, sehingga berpotensi terdapat perebutan stok antara kebutuhan energi dengan kebutuhan pangan.

Dia memprediksi, dari setiap kenaikkan kebutuhan CPO untuk sektor energi sebesar 1%, harga CPO untuk sektor pangan akan mengalami kenaikan sekitar 0,2%—0,5%.

Nah, jadi kalau misalkan sekarang terlalu banyak ke energi, maka itu akan menyebabkan misalkan kerawanan terhadap minyak goreng,” ucap Yayan.

Untuk itu, dia mendorong pemerintah untuk kembali mengkaji rencana mandatori B50 pada 2026. Apalagi, dari sisi pasokan CPO hingga persoalan pendanaan dipandang masih belum terencana secara baik.

Belum lagi, kata dia, peningkatan campuran biodiesel dalam solar tersebut berpotensi menggerus pasokan CPO untuk sektor pangan dan pada akhirnya produk pangan turunan dari CPO akan mengalami kenaikkan harga.

Nah, jadi disini tidak semudah itu, sehingga harus diperhitungkan, karena kita juga tidak ingin misalkan seperti terjadi pada beberapa tahun yang lalu ya, ketika terjadi krisis minyak goreng,” ujar Yayan.

Adapun, dana insentif untuk B50 yang disalurkan pemerintah berasal dari pungutan ekspor (PE) CPO. Nantinya, dana tersebut dikelola oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dan akan digunakan untuk menutup selisih harga CPO dengan solar.

Pada tahun ini saja, ketika biodiesel B40 dimandatorikan, dana insentif yang diberikan BPDPKS untuk program tersebut diproyeksikan meningkat. Mulanya, ;subsidi’ biodiesel untuk program B40 diproyeksikan sekitar Rp35,5 triliun, tetapi akhirnya mengalami kenaikan Rp16,8 triliun menjadi sekitar Rp52,3 triliun.

Alokasi ‘subsidi’ biodiesel pada 2025 hanya dibatasi untuk segmen public service obligation (PSO) sebanyak 7,55 juta kiloliter (kl) dari total target produksi B40 tahun ini sebanyak 15,6 juta kl.

Sementara itu, untuk B50, pemerintah masih menyusun besaran insentif yang akan dialokasikan seiring berjalannya pengujian teknis B50.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia memastikan uji coba B50 telah mencapai tahapan final sehingga mandatorinya tetap bisa dijalankan sesuai rencana awal pada 2026.

Menurut Bahlil, saat ini biodiesel B50 sudah melalui tiga kali uji coba, meski uji finalnya masih membutuhkan waktu sekitar 6—8 bulan.

“Kita sudah uji [B50] tiga kali, sekarang uji yang terakhir itu kan butuh waktu sekitar 6—8 bulan, kita uji di mesin kapal, kereta, dan alat-alat berat. Semua sudah clear dan sudah keputusan untuk kita pakai B50,” ujarnya kepada awak media, Kamis (9/10/2025).

Dengan diterapkannya mandatori B50 pada tahun depan, Bahlil berharap impor solar akan dapat distop setidaknya mulai semester II-2026.

Terkait dengan kecukupan pasokan CPO untuk bahan baku B50 setelah impor solar distop, Bahlil memastikan tidak akan ada masalah.

Pemerintah, menurutnya, akan melakukan intensifikasi lahan-lahan kelapa sawit dan bahkan berencana membuka lahan baru. Bahkan, tidak menutup kemungkinan, pemerintah akan memangkas ekspor CPO untuk mencukupi kebutuhan bahan baku B50.

“Kedua adalah memang pasti otomatis kuota ekspor kita akan makin berkurang. Mengurangi kuota ekspor [CPO]. Ada tiga cara; intensifikasi lahan, membuka lahan baru, dan mengurangi ekspor,” terangnya.

“Namun, kalau intensifikasi dan pembukaan lahan itu [berjalan] bagus, ya tidak perlu mengurangi ekspor.”

Terpisah, Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani memprediksi Indonesia tambahan produksi 4 juta kiloliter (kl) fatty acid methyl ester (FAME) untuk menjalankan mandatori B50 pada 2026.

Dia menjelaskan saat ini total produksi biodiesel untuk memenuhi kebutuhan B40 berada sekitar 15,7 juta kl. Untuk B50, Eniya memprediksi program tersebut akan menghabiskan biodiesel sekitar 19 hingga 20 juta kl.

Dengan begitu, Indonesia membutuhkan tambahan produksi sekitar 4 juta kl FAME untuk menjalankan B50.

Lebih lanjut, Eniya optimistis penambahan bahan baku tersebut dapat terpenuhi dari pasokan CPO domestik, yang saat ini produksinya sekitar 50 juta metrik ton per tahun.

Selain tambahan perkebunan sawit, Eniya yakin ekspansi pabrik-pabrik biodiesel akan membuat kebutuhan biodiesel untuk B50 dapat terpenuhi.

Sebagai catatan, harga CPO melesat pada perdagangan akhir pekan lalu. Sepanjang minggu, harga komoditas ini juga melaju. Pada Jumat (10/10/2025), harga CPO di Bursa Malaysia untuk kontrak pengiriman Desember ditutup di MYR 4.546/ton. Naik 0,98% dari hari sebelumnya.

Sepanjang pekan lalu, harga CPO mencatat kenaikan 2,34% secara point-to-point. Harga CPO pun resmi naik dua minggu beruntun.

Harga CPO naik meski laporan Malaysian Palm Oil Board (MPOB) semestinya jadi sentimen  negatif. Stok produk minyak sawit Malaysia pada September naik 7,2% dari bulan sebelumnya menjadi 2,36 juta ton. Stok tersebut adalah yang tertinggi dalam dua tahun terakhir.

(azr/wdh)

No more pages