“Kehadiran dua individu lain selain Mawar membuktikan bahwa padang lamun di Pantai Mali memiliki kualitas ekologis yang mampu menyediakan ruang hidup dan sumber pakan bagi dugong,” kata dia.
Ranny menambahkan, WWF-Indonesia bersama mitra pemerintah dan masyarakat berencana melaksanakan survei mamalia laut di Alor pada tahun ini. Survei tersebut mencakup pemantauan populasi dugong, lumba-lumba, dan paus, untuk memperkuat dasar ilmiah pengelolaan habitat laut dan memperkirakan keterkaitannya dengan kondisi padang lamun.
Program konservasi lamun di Alor sendiri telah berjalan sejak 2024 melalui kerja sama WWF-Indonesia dan UPTD Pengelola Taman Perairan Kepulauan Alor serta Dinas Kelautan dan Perikanan NTT. Hasil survei awal menunjukkan padang lamun di Pantai Mali tergolong sangat sehat dengan tutupan mencapai 73–76% dan delapan jenis lamun teridentifikasi, termasuk Halophila ovalis yang menjadi makanan utama dugong.
WWF juga mengingatkan pentingnya keseimbangan antara konservasi dan pariwisata. Aktivitas wisata di sekitar habitat dugong perlu menerapkan kode etik ketat agar tidak mengganggu perilaku alami mamalia laut tersebut.
“Wisata berbasis konservasi harus memastikan interaksi tetap aman, berjarak, dan tidak mengubah pola makan atau migrasinya,” ujar Ranny.
Direktur Konservasi Spesies dan Genetik Kementerian Kelautan dan Perikanan, Sarmintohadi, menyambut baik kabar bahagia itu. Ia menilai kemunculan bayi dugong menjadi bukti nyata bahwa upaya menjaga ekosistem laut membuahkan hasil.
“Dugong adalah satwa dilindungi nasional dengan status rentan (Vulnerable) menurut IUCN. Adanya dua individu baru di Alor menunjukkan keberhasilan konservasi berbasis masyarakat,” tutur dia.
(dec/frg)






























