Saat ini, ketiga operator jaringan SPBU swasta itu sudah meneken dokumen pernyataan dalam rangka menjaga tata kelola perusahaan yang baik, serta regulasi seperti pernyataan anti monopoli, pencucian uang, hingga penyuapan.
Selain itu, tiga badan usaha hilir migas swasta tersebut juga sudah menyampaikan spesifikasi produk hingga persyaratan lainnya yang dibutuhkan. Roberth memperkirakan perseroannya mulai mengirim kargo base fuel untuk tiga operator SPBU akhir Oktober 2025.
“Selanjutnya Pertamina akan menyampaikan kembali spesifikasi produk yang dapat memenuhi requirement semua BU dan key term termasuk joint surveyor untuk dikonfirmasi oleh BU swasta terkait,” ungkap Roberth.
“ Apabila BU swasta setuju, maka akan dilaksanakan proses pengadaan komoditas tersebut,” lanjut dia.
Setelah itu, Pertamina akan mengumumkan pemenang pengadaan ke BU swasta dalam lingkup penyedia kargo, harga, serta volume kargo.
Jika disetujui, Pertamina dan BU swasta akan membicarakan aspek komersialisasi dan melakukan inspeksi bersama.
“Perlu ditekankan dan disepakati bahwa proses ini berjalan dengan kesepakatan dari 3 BU Swasta tersebut. Karena pengiriman kargo dalam satu pengadaan yang sama tidak terpisah-pisah,” tegas Roberth.
Tagih Komitmen
Sebelumnya, Pertamina melanjutkan negosiasi dengan operator SPBU swasta ihwal pembelian BBM dasaran atau base fuel.
Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Laode Sulaeman mengatakan kepastian itu didapatkan selepas kementeriannya mengadakan pertemuan dengan Pertamina & operator SPBU swasta pada Jumat (3/10/2025).
“[Hasil pertemuan] komitmen untuk menuju kesepakatan dengan Pertamina,” kata Laode saat dikonfirmasi, dikutip Senin (6/10/2025).
Laode menambahkan persamuhan itu dilakukan untuk menyatukan pandangan Pertamina dan operator SPBU swasta terkait dengan arahan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
“Kita tidak lagi membahas masalah kargo, Jumat, 3 Oktober kemarin, Kami rapat dengan Pertamina dan BU Swasta, bertujuan agar menyatukan langkah untuk bisa mentaati arahan Menteri ESDM dan notulen RDP dengan DPR RI Komisi XII,” tegas Laode.
Adapun, Pertamina mengonfirmasi impor base fuel tahap kedua dengan volume sebanyak 100.000 barel kembali tidak dibeli pengelola jaringan SPBU swasta.
Sekadar catatan, pada Rabu (24/9/2025), Pertamina juga telah mendatangkan kargo base fuel tahap pertama sejumlah 100.000 barel.
Pengadaan tersebut ditujukan untuk menambal kebutuhan BBM jenis bensin dari operator SPBU swasta yang tengah mengalami kekosongan.
Dengan demikian, dua tahapan impor base fuel yang semestinya ditujukan untuk menambal kebutuhan bahan baku BBM SPBU swasta lagi-lagi tidak mencapai kesepakatan business to business (B2B), dengan total volume mencapai 200.000 barel.
Adapun, lima operator SPBU swasta yang terlibat dalam proses negosiasi B2B dengan Pertamina a.l. PT Aneka Petroindo Raya (BP-AKR), PT Vivo Energy Indonesia (Vivo), PT ExxonMobil Lubricants Indonesia (Mobil), PT AKR Corporindo Tbk. (AKRA), dan PT Shell Indonesia (Shell).
Berdasarkan data Kementerian ESDM, Pertamina Patra Niaga masih memiliki sisa kuota impor sebesar 34% atau sekitar 7,52 juta kiloliter (kl) untuk 2025.
Sementara itu, PPN menyebut operator SPBU swasta membutuhkan tambahan pasokan BBM dengan RON 92 sebanyak 1,2 juta barel base fuel, serta RON 98 sejumlah 270.000 barel base fuel untuk mencukupi kebutuhan hingga akhir tahun ini.
(azr/naw)
































