Pembahasan beleid menjadi sorotan karena DPR dan pemerintah kembali melakukan sistem kebut untuk meloloskan aturan yang akan mengubah nomenklatur Kementerian BUMN menjadi sebuah badan atau lembaga negara non kementerian. Bahkan pembahasan hanya berlangsung selama satu pekan.
DPR kabarnya menerima Surat Presiden Prabowo Subianto untuk membahas RUU BUMN pada Senin lalu (22/09/2025). Pada saat itu, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi secara langsung datang ke DPR bersama Menteri Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Rini Widyantini; dan Menteri Hukum Supratman Andi Agtas.
Pada hari yang sama, DPR menggelar rapat konsultasi penganti rapat Badan Musyawarah. Isinya menegaskan Komisi VI membahas RUU BUMN dengan pemerintah.
Komisi VI kemudian melakukan rapat internal dan menetapkan pembahasan RUU BUMN dimulai pada Selasa (23/09/2025). Mereka pun mulai melakukan pembicaraan tingkat 1 dengan pemerintah soal perubahan pada beleid tersebut.
Setelah itu, Komisi VI mengklaim sudah memenuhi sejumlah persyaratan dan aturan karena telah melibatkan masyarakat terutama dalam rapat dengar pendapat umum dengan sejumlah ahli, akademisi, dan pakar. Hasilnya, kemudian dibawa kepada Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi.
Secara keseluruhan, terdapat 84 pasal yang diubah dalam RUU BUMN. Namun, pada pokoknya, ada 11 perubahan mendasar pada RUU BUMN yang akan diajukan pada paripurna mendapat. Keputusan diambil dari pembahasan tiap fraksi bersama pemerintah pada Jumat (26/09/2025).
Pokok-pokok RUU BUMN
1. Perubahan nomenklatur dari Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjadi Badan Pengaturan BUMN atau BP BUMN.
2. Menambah kewenangan peran BP BUMN dalam mengoptimalkan peran BUMN.
3. Pengaturan dividen saham seri A dwiwarna dikelola langsung oleh BP BUMN atas persetujuan Presiden.
4. Larangan rangkap jabatan untuk Menteri dan Wakil Menteri pada direksi, komisaris dan dewan pengawas BUMN sebagai tindak lanjut putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 128/PUU-XXIII/2025.
5. Menghapus ketentuan anggota direksi, anggota dewan komisaris dan dewan pengawas bukan merupakan penyelenggara negara.
6. Kesetaraan gender bagi karyawan BUMN yang menduduki jabatan direksi, komisaris dan jabatan manajerial di BUMN.
7. Perlakuan perpajakan atas transaksi yang melibatkan badan, holding operasional, holding investasi, atau pihak ketiga yang diatur dalam peraturan pemerintah.
8. Mengatur pengecualian pengurusan BUMN yang ditetapkan sebagai alat fiskal dari BP BUMN.
9. Pengaturan kewenangan pemeriksaan keuangan BUMN oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
10. Pengaturan mekanisme peralihan dari Kementerian BUMN kepada BP BUMN.
11. Pengaturan jangka waktu rangkap jabatan menteri atau wakil menteri sebagai organ BUMN sejak putusan Mahkamah Konstitusi diucapkan, serta pengaturan substansial lainnya.
(dov/frg)




























