Dalam kaitan itu, dia mendorong langkah yang diambil TINS dengan memberdayakan koperasi dan pelaku usaha terkait sebagai mitra perusahaan.
Bisman memandang langkah tersebut berpotensi mengurangi konflik sosial dengan masyarakat dan risiko kerusakan lingkungan akibat praktik penambangan yang tak sesuai kaidah juga bisa dihindarkan.
“Sedangkan minusnya bagi PT Timah yang perlu diwaspadai adalah jangan sampai ini menjadi legitimasi bagi operasi tambang ilegal serta potensi penyelundupan produksi dari tambang ilegal,” terang Bisman.
Untuk diketahui, TINS menyatakan terdapat dua skema legalisasi tambang timah ilegal yang akan ditempuh perusahaan, yakni; membentuk koperasi untuk dijadikan mitra dan melakukan pembinaan agar dapat memberdayakan masyarakat yang sebelumnya menambang timah secara ilegal.
Direktur Utama TINS Restu Widiyantoro menjelaskan hingga saat ini perseroan telah memberdayakan 30 koperasi yang terdiri atas 10 koperasi karyawan, 10 koperasi tambang, dan 10 koperasi nelayan.
Ke depan, Restu menargetkan perseroan dapat membentuk 100 hingga 300 koperasi untuk mendukung pemberdayaan masyarakat di sekitar tambang milik TINS.
“Setelah ada nanti mitra-mitra yang bergerak di bidang timah secara legal, sehingga semuanya bisa melakukan secara legal. Masyarakat bisa menambang dengan sekuat tenaga secara legal. Ketentuan kami hanya satu, siapapun yang menambang secara legal, karena itu timah didapat dari IUP PT Timah, jadi timahnya harus masuk ke PT Timah,” kata Restu dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR, baru-baru ini.
Dalam kaitan itu, Restu menjelaskan perusahaan juga akan menertibkan kolektor yang mencuri di izin usaha pertambangan (IUP) milik PT Timah. Dia menjelaskan kolektor tersebut akan dibina sehingga mengelola usaha secara legal.
Restu menyatakan sudah terdapat satuan tugas (satgas) yang dibentuk untuk mengurangi aktivitas pertambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah. Ia menegaskan, satgas tersebut akan menindak tegas pihak-pihak yang tak ingin dibina dan tetap menjalankan aktivtias ilegal.
“Kami bina dengan baik. [Pihak] yang tidak mau, atau tidak mampu, atau karena selama ini puluhan tahun lebih paham cara-cara ilegal, karena dapat uang banyak, tidak harus bayar pajak dan sebagainya, maka kami akan keluarkan dari wilayah IUP PT Timah,” tegas dia.
Dalam kesempatan terpisah, Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung mengatakan kementeriannya tengah mengidentifikasi sejumlah pertambangan ilegal yang saat ini dikerjakan masyarakat.
Dia menerangkan pemerintah memiliki perhatian untuk mendorong sejumlah pertambangan ilegal itu untuk bisa beroperasi lewat skema izin pertambangan rakyat (IPR).
“Untuk tambang ilegal ini kita lihat apakah dia ini tambang rakyat punya perizinan enggak, ini kita tetapkan wilayah pertambangan rakyatnya [WPR], kemudian kita berikan legalitas,” tutur Yuliot saat ditemui di kompleks parlemen, Jumat (15/8/2025).
Sekadar catatan, Presiden Prabowo Subianto menyatakan pemerintah akan memberi ruang bagi masyarakat untuk bisa melakukan penambangan secara legal lewat bentuk koperasi. Menurut Prabowo, akses itu bisa memberi kesejahteraan bagi masyarakat di daerah.
“Kalau rakyat yang nambang ya sudah kita bikin koperasi kita legalkan, tetapi jangan alasan rakyat tahu-tahu nyelundup ratusan triliun,” kata Prabowo dalam pidato kenegaraan di hadapan Sidang Tahunan MPR 2025.
Di sisi lain, Prabowo menegaskan bakal memberantas praktik pertambangan ilegal yang ditudingnya merugikan negara senilai lebih dari Rp300 triliun, yang berasal dari sekitar 1.063 tambang ilegal.
Adapun, Kementerian ESDM sempat melaporkan bahwa jumlah WPR yang telah ditetapkan sebanyak 1.215 lokasi dengan total luas wilayah mencapai 66.593,18 ha per awal 2024.
Hanya saja, IPR yang telah diterbitkan Kementerian ESDM saat itu baru mencapai 82 WPR dengan luas mencapai 62,31 ha. Dalam hal ini, sepanjang 2023 Kementerian ESDM mencatat terdapat 128 laporan pertambangan tanpa izin (PETI).
(azr/wdh)


































