Logo Bloomberg Technoz

Berdasarkan Konvensi Montevideo 1933, yang menetapkan definisi konvensional negara menurut hukum internasional, entitas tersebut harus memenuhi empat syarat. Tepi Barat dan Jalur Gaza memenuhi syarat pertama—populasi permanen—tetapi kurang memenuhi tiga syarat lainnya: pemerintahan, batas wilayah yang jelas, dan kemampuan untuk menandatangani perjanjian.

Hubungan diplomatik dunia internasional dengan Israel dan Palestina. (Bloomberg)

Apakah kemerdekaan negara merupakan prospek realistis bagi Palestina saat ini?

Berdasarkan serangkaian perjanjian damai antara Israel dan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) pada awal 1990-an, Otoritas Palestina dibentuk dengan tujuan otonomi terbatas. Otoritas ini hanya menguasai sebagian wilayah Tepi Barat, sedangkan wilayah lainnya di bawah kendali Israel.

Otoritas Palestina kehilangan kendali atas Jalur Gaza, yang ditinggalkan pasukan Israel dan pemukim sipil pada 2005, diambil alih kelompok Islams Hamas pada 2007, yang secara efektif menciptakan dua entitas pemerintahan Palestina yang terpisah.

Perjanjian tahun 1990-an mengikat Israel dan Palestina untuk merundingkan penyelesaian permanen atas konflik mereka, yang secara luas dipahami sebagai pembentukan negara Palestina di samping Israel. Batas-batas teritorial harus disepakati bersama. Sementara itu, perjanjian itu membatasi kemampuan Palestina untuk membuat perjanjian dengan negara lain di bidang ekonomi, budaya, ilmu pengetahuan, dan pendidikan.

Yang diinginkan Palestina adalah menentukan nasib mereka sendiri, dan untuk mencapainya dibutuhkan lebih dari sekadar deklarasi. Artinya, Israel harus menyerahkan kendali atas setidaknya sebagian besar Jalur Gaza dan Tepi Barat. Namun, mereka justru bergerak ke arah berlawanan. Pasukan Israel kembali menginvasi Gaza setelah Hamas melancarkan serangan terhadap Israel dari wilayah kantong tersebut pada 7 Oktober 2023, memicu perang baru.

Beberapa politikus Israel mengusulkan untuk membangun kembali permukiman sipil Israel di Gaza. Survei yang terbit pada akhir Juli juga menunjukkan bahwa separuh penduduk negara Yahudi itu mendukung gagasan tersebut. Parlemen Israel pada 30 Juli mengesahkan resolusi tidak mengikat yang menyerukan aneksasi semua permukiman di Tepi Barat, yang menampung sekitar 500.000 warga Israel bersama 3 juta warga Palestina.

Apa arti pengakuan terbaru ini bagi Palestina?

Pengakuan ini memberikan legitimasi bagi perjuangan kemerdekaan Palestina. PLO, yang mengklaim mewakili seluruh rakyat Palestina, pertama kali mendeklarasikan negara Palestina pada tahun 1988. Seiring berjalannya waktu, semakin banyak negara mengakui negara tersebut.

Majelis Umum PBB pada tahun 2012 memberikan status negara pengamat non-anggota badan dunia tersebut kepada Palestina. Hal ini memungkinkan delegasi Palestina berpartisipasi dalam sidang-sidang PBB, tetapi tidak dalam pemungutan suara di badan-badan utama PBB.

Untuk menjadi negara anggota, diperlukan persetujuan setidaknya sembilan dari 15 negara di Dewan Keamanan PBB, dan setiap anggota tetapnya—China, Prancis, Rusia, Inggris, dan AS—memiliki hak veto. AS, sejauh ini, menolak pengakuan negara Palestina di luar perjanjian damai dengan Israel.

Bagaimana sejarahnya?

Tanah Suci, bagian dari Kesultanan Utsmaniyah sejak 1517, berada di bawah pemerintahan Inggris saat para pemenang Perang Dunia I membagi kendali atas wilayah pihak yang kalah. Solusi dua negara pertama kali diajukan oleh Komisi Peel pada 1937, yang merekomendasikan pembagian wilayah yang saat itu disebut Palestina Mandat Inggris Raya untuk menghentikan konfilk antara Arab dan Yahudi.

PBB mengadopsi rencana pembagian yang berbeda pada 1947, tetapi Arab menolak keduanya, yang menyebabkan deklarasi kemerdekaan Israel pada 1948 dan pecahnya perang Arab-Israel pertama. Periode tersebut diperkirakan menghasilkan sekitar 700.000 pengungsi Palestina.

Dalam perang tahun 1967, Israel merebut, di antara wilayah Arab lainnya, Jalur Gaza, Tepi Barat, dan Yerusalem Timur, membuat penduduk di bawah pendudukan militer dan mengobarkan nasionalisme Palestina.

Setelah Intifada Palestina yang dimulai pada 1987 merenggut lebih dari 1.200 nyawa warga Palestina dan 200 nyawa warga Israel, negosiasi rahasia menghasilkan Perjanjian Damai Oslo yang bersejarah pada tahun 1993. Otonomi terbatas yang diperoleh Palestina di bawah perjanjian tersebut dimaksudkan sebagai tindakan sementara.

Tanah Suci terbagi menjadi Palestina dan Israel. (Bloomberg)

Mengapa perjanjian damai gagal terwujud?

Pendudukan militer, pembangunan permukiman Israel, dan kekerasan terus berlanjut karena kedua belah pihak berulang kali gagal menyelesaikan masalah yang menghalangi tercapainya perjanjian akhir yang dijanjikan. Intifada Palestina kedua, yang terjadi pada 2000 hingga 2005, sangat berdarah. Hambatan dalam negosiasi Israel-Palestina meliputi penentuan batas wilayah, pembagian Yerusalem, dan status pengungsi Palestina.

Israel bertindak sendiri pada 2005, saat menarik pasukan dan pemukimnya dari Jalur Gaza, sembari menutup sebagian besar perbatasan secara besar-besaran dan kemudian memberlakukan blokade setelah Hamas merebut kendali wilayah tersebut dari Otoritas Palestina. Gaza kemudian menjadi basis peluncuran roket, mortir, dan pejuang Palestina ke Israel.

Bagaimana pandangan orang Israel dan Palestina terhadap solusi dua negara?

Survei menunjukkan bahwa mayoritas warga Yahudi Israel dan Palestina tidak lagi mendukung gagasan tersebut. Penolakan terhadap solusi dua negara di kalangan warga Palestina mencapai 57% dalam survei Mei. Dalam jajak pendapat awal 2024, 55% warga Israel menentang pembentukan negara Palestina meski negara tersebut didemiliterisasi.

Apa saja alternatifnya?

Banyak warga Israel mendukung gagasan memperluas kedaulatan Israel setidaknya hingga sebagian wilayah Tepi Barat, di mana pembangunan permukiman Israel terus berlanjut. Para pendukung aneksasi mengatakan warga Israel berhak untuk tinggal secara permanen di Tepi Barat, yang mereka sebut dengan nama Alkitabiahnya, Yehuda dan Samaria.

Jika pada akhirnya mengambil kendali penuh atas lebih banyak warga Palestina di Tepi Barat, Israel harus memilih antara menawarkan kewarganegaraan kepada mereka, yang akan melemahkan mayoritas Yahudi di negara tersebut, atau membiarkan mereka tanpa kewarganegaraan, yang memperkuat tuduhan apartheid.

Dalam survei gabungan kedua belah pihak pada Desember 2022, 37% warga Yahudi Israel mengatakan mereka ingin melihat solusi yang melibatkan satu negara non-demokratis, di mana Palestina tidak memiliki hak yang sama. 30% warga Palestina mengatakan mereka menginginkan negara tunggal yang didominasi Palestina. Minoritas kecil di kedua belah pihak mendukung negara binasional dengan hak yang sama untuk semua orang.

(bbn)

No more pages