Dalam beberapa tahun terakhir, UE mempercepat perundingan dagang dengan sejumlah ekonomi besar dunia, termasuk India, serta menyelesaikan pembahasan dengan blok Amerika Selatan Mercosur yang mencakup Brasil dan Argentina. Uni Eropa juga meningkatkan negosiasi dengan Vietnam, Filipina, dan Thailand.
Berdasarkan perjanjian ini, tarif akan dipangkas menjadi nol untuk 96% produk dalam kurun lima tahun. Hal itu diperkirakan meningkatkan ekspor UE ke Indonesia setidaknya 30% atau sekitar €3 miliar.
Tarif mobil asal UE akan diturunkan dari 50% menjadi nol dalam lima tahun, sementara tarif mesin dan peralatan akan dipangkas dari 30% menjadi nol dalam waktu singkat. Produk pertanian dan makanan juga akan mendapatkan manfaat dari liberalisasi perdagangan.
Untuk produk bahan kimia dari Eropa, lisensi dan berbagai pembatasan akan dihapus. Sebaliknya, Indonesia akan mendapat perlakuan tarif preferensial untuk ekspor bahan bakunya setelah melalui tahap pemrosesan awal. Meski begitu, kesepakatan ini tidak mengubah larangan ekspor nikel Indonesia ke UE, yang hingga kini masih menjadi sengketa di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Indonesia merupakan mitra penting bagi UE dengan jumlah konsumen mencapai 300 juta jiwa. Namun, hubungan kedua pihak sempat tegang akibat regulasi anti-deforestasi UE yang menargetkan praktik penebangan hutan di luar wilayah Eropa, terutama untuk pembukaan lahan sawit dan kopi. Indonesia selama ini menjadi salah satu pengkritik paling vokal terhadap aturan tersebut.
Kesepakatan ini tidak akan mengubah penerapan regulasi tersebut, meski isu itu sempat dibahas dalam negosiasi. Namun, menurut Sefcovic, perjanjian ini akan menjadi wadah untuk membantu perusahaan Indonesia, khususnya eksportir kecil, agar bisa memenuhi ketentuan UE.
Sebelum berlaku, kesepakatan ini masih memerlukan persetujuan negara anggota dan Parlemen Eropa, serta parlemen Indonesia.
Sefcovic menyebut perjanjian ini sebagai “kerangka kerja yang sangat jelas” untuk mendorong perdagangan dan menciptakan peluang bagi kedua pihak.
(bbn)
