“Tapi di sisi lain juga, selain memang ada demand, ada juga suplainya,” ungkap Heru.
Menurut dia, dengan perkembangan digital seperti sekarang, maka jumlah situs judol dinilai cukup banyak. Heru juga mengatakan misalnya Kemkomdigi RI sudah memblokir sekitar ribuan situs judi online, namun dengan permintaan dan suplai makin naik, serta ada pihak yang membuat demand tersebut, sehingga suplier dan permintaannya masih “berinteraksi”.
“Dan memang menariknya, walaupun diblokir ya, sekarang ini masih tetep terjadi, masih banyak yang berpromosi untuk judi online ya,” ujar dia.
Selain itu, Heru menyoroti ada pemengaruh (influencer) dan ada pihak bagian pemasaran (marketing) di tengahnya. Mereka ini yang bertugas untuk mempromosikan situs judol pada masyarakat Indonesia.
Heru pun melihat kolom komentar di platform YouTube banyak dipenuhi dengan promosi situs judol. Belum lagi, terdapat gerakan bawah tanah yakni mereka menggunakan pelbagai aplikasi seperti MiChat untuk menawarkannya, misalnya memberikan sejumlah modal awal guna bermain judi online.
Lanjut Heru, hal itu merupakan “pemanis” (sweetener) agar masyarakat dapat memainkan judol, tetapi pada ujungnya bakal kalah, penasaran, sampai memakai uang pribadi. Oleh karena itu, dia mendorong pemberantasan judol di Indonesia harus dilakukan secara komprehensif atau menyeluruh, serta berjalan dengan bersamaan di semua lini.
Heru memandang pemblokiran merupakan salah satu upaya untuk menghambat suplai terkait judol. Namun terdapat catatan bahwa ada keterlibatan oknum aparat penegak hukum (APH) hingga pihak regulator yang membuat judi online tetap bisa diakses di Tanah Air.
“Nah ini kan juga cukup memprihatinkan gitu ya, mereka yang harusnya berada di lini terdepan untuk memberantas judi online, tapi ternyata kemudian menjadi beking untuk judi online tersebut tetap beroperasi. Ini yang memang semangatnya oke, tapi di sisi lain juga harus benar-benar bersih,” terang Heru.
Dia pun melihat masyarakat Indonesia masih kurang diedukasi, dicerdaskan, dan dikampanyekan agar tak bermain judol. Menurut Heru, mereka perlu diberdayakan dan diberikan pemahaman untuk jangan main judi online secara berkelanjutan.
“Walaupun judi online itu memberikan ilusi kita mendapatkan uang dengan cara mudah, cepat, tapi ternyata kan kita terjerembab dalam judi online,” pungkas dia.
Sebelumnya, Dirjen Pengawasan Ruang Digital Kemkomdigi RI, Alexander Sabar mengatakan situs judol dibuat karena terdapat permintaannya di masyarakat Indonesia. Dia beralasan tak ingin menyalahkan mereka dalam hal ini, namun itu realitasnya.
“Yang berikutnya, masyarakat kita sendiri, bukan mau menyalahkan masyarakat kita, tetapi ini kejadian yang, fakta yang terjadi. Kalau kita melihat prinsip adanya perkembangan atau orang membuat situs judi online, karena ada demand, ada demand di masyarakat,” kata Sabar dalam konferensi pers di Kantor Kemkomdigi RI, Jakarta Pusat, Rabu (17/9/2025).
“Ini ibaratnya, ada kebutuhan dan ada yang memenuhi kebutuhan itu, dan itu terus berkembang,” imbuh dia.
Dari sisi Kemkomdigi RI, lebih lanjut Sabar, pihaknya melihat hal tersebut menjadi tantangan yang juga tidak akan menyurutkan langkah mereka. Di mana mereka bekerja sama dengan semua pemangku kepentingan (stakeholder) untuk mengatasi judol di Indonesia.
Sabar pun mendorong masyarakat agar dapat membantu Kemkomdigi RI dalam upaya pemberantan judol. Contohnya, setiap menemukan konten ataupun komentar di media sosial (medsos), dapat diinformasikan kepada mereka.
(ain)

































