Memasuki September ini, asing terindikasi keluar dalam tiga hari beruntun kemungkinan sebagai respon atas peningkatan tensi politik domestik, kemunculan kebijakan burden sharing yang agak mengejutkan, juga pengaruh sentimen global yang mendorong aksi profit taking. Pekan lalu, asing mengurangi kepemilikan melalui penjualan SUN senilai Rp9,2 triliun sampai data terakhir per 3 September. Posisi asing di SBN saat ini mencapai Rp944,6 triliun.
Dalam pandangan pengelola dana global, obligasi pemerintah Indonesia potensial untuk melanjutkan kinerja positifnya sampai sisa tahun ini.
"Obligasi Indonesia bisa terus berkinerja lebih baik sampai akhir tahun mengingat Bank Indonesia terbuka terhadap penurunan suku bunga acuan lebih lanjut. Sedangkan RBI [Reserve Bank of India, bank sentral India], lebih enggan untuk itu seiring pandangan bahwa inflasi bisa melonjak pada semester dua tahun ini," kata Murray Collis, Head of Fixed Income untuk Asia di Manulife Investment Management, seperti dikutip dari Bloomberg News.
Yield atau imbal hasil SUN 10 tahun diperkirakan bisa turun hingga ke level 5,98% pada kuartal III-2026, berdasarkan survei Bloomberg. Sedangkan obligasi India, diproyeksikan turun ke level 6,16%. Alhasil, selisih yield dengan obligasi RI akan mencapai 18 bps yang membuat prospek SUN lebih menarik di mata investor.
Sejatinya, tren dana asing yang lebih mengincar obligasi RI ketimbang surat utang Negeri Bollywood itu sudah berlangsung belakangan. Tatkala dana global memborong sekitar US$ 3,3 miliar SUN sejak April lalu, global fund mencetak net sell atau penjualan bersih sebesar US$ 800 juta untuk obligasi India. Terutama diperparah oleh sentimen tarif Trump di mana India dikenakan tarif lebih tinggi.
Obligasi dua negara ini sudah lama dilihat sebagai dua surat utang yang saling bersaing dengan tawaran imbal hasil yang relatif lebih tinggi dibanding surat utang Asia lainnya.
Bank Indonesia telah memangkas suku bunga acuan sebanyak 125 bps sejak September 2024, yang menjadikan BI rate saat ini di level 5% sebagai yang terendah sejak tahun 2022 silam.
Para ekonom yang disurvei oleh Bloomberg memperkirakan, BI masih akan melanjutkan lagi pemotongan suku bunga acuan sampai akhir 2026 nanti sebanyak 50 bps. Sedangkan RBI diprediksi hanya memangkas sebanyak 25 bps.
"Preferensi saya adalah obligasi pemerintah RI," kata Wee Khoon Chong, Ahli Strategi Bank of New York. Kesukaannya pada SUN tak lain karena siklus pelonggaran moneter yang lebih jelas serta laju pengurangan defisit fiskal Indonesia yang lebih terkelola.
Kebijakan 'burden sharing'
Hari ini investor kembali berburu SUN setelah pekan lalu harga obligasi pemerintah cenderung tertekan imbas dari situasi politik domestik ditambah kabar tiba-tiba kebijakan berbagi beban alias burden sharing antara Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan.
Kalangan pasar dan ekonom memberi tanggapan beragam terkait keputusan burden sharing. Perdebatan lama tentang independensi Bank Indonesia sebagai otoritas moneter kembali menyeruak. "Pasar mungkin melihat BI terlalu dekat dengan pemerintah jika dukungannya membesar atau permanen," komentar Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede.
Menurutnya, demi menjaga kredibilitas kebijakan moneter, BI sebaiknya membatasi dukungan pada program prioritas dan tidak memperluasnya ke seluruh belanja negara.
Menurut para analis pasar, langkah pembagian beban utang itu harus menimbang kondisi likuiditas Bank Indonesia. Sekarang ini, Bank Indonesia juga menyerap dana dari investor untuk memenuhi kebutuhan likuiditasnya dengan memberikan imbal hasil di atas BI Rate saat ini sebesar 5,00%.
"Oleh karena itu, akan lebih bijaksana jika jumlah obligasi pemerintah yang dibeli Bank Indonesia melalui mekanisme pembagian beban utang tidak melebihi jumlah penerbitan SRBI dan produk repo Bank Indonesia," kata tim analis Maybank di antaranya Saktiandi Supaat, Myrdal Gunarto, dalam catatannya pekan lalu.
Hari ini, Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia kembali merilis pernyataan yang menegaskan komitmen mereka bahwa burden sharing tersebut akan dilakukan dengan berhati-hati dan menimbang disiplin fiskal.
"Dalam pelaksanaannya, sinergi tetap mengacu pada prinsipprinsip kebijakan fiskal dan moneter yang berhati-hati dengan terus menjaga disiplin dan integritas pasar (market discipline and integrity)," demikian pernyataan dua institusi tersebut.
Pembagian beban bunga dilakukan untuk Surat Berharga Negara (SBN) yang diterbitkan Pemerintah terkait Perumahan Rakyat dan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih. Cara pembagian beban bunga dilakukan dengan membagi rata biaya atas realisasi alokasi anggaran untuk program Pemerintah terkait Perumahan Rakyat dan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih setelah dikurangi imbal hasil untuk penempatan Pemerintah terkait kedua program tersebut di lembaga keuangan domestik.
"Kesepakatan ini mulai berlaku tahun 2025 sampai dengan berakhirnya program Pemerintah tersebut. Dalam pelaksanaannya, pembagian beban dilakukan dalam bentuk pemberian tambahan bunga terhadap rekening Pemerintah yang ada di Bank Indonesia sejalan dengan peran Bank Indonesia sebagai pemegang kas Pemerintah," demikian dikutip dari pernyataan resmi BI dan Kemenkeu hari ini.
(rui)

































