Selain masalah kepercayaan, akses, dan kompleksitas polis, faktor keterjangkauan selama ini juga menjadi penghalang. Industri asuransi telah lama mendesak adanya pemotongan pajak.
“Ada diskon langsung sebesar 18 persen untuk pelanggan,” kata Sarbvir Singh, Joint Group Chief Executive Officer di PB Fintech Ltd. “Kebijakan ini memberi ruang bagi perusahaan untuk menciptakan produk baru yang lebih terjangkau.”
Meski persaingan meningkat, investasi ekuitas swasta mengalir, dan digitalisasi berkembang, jutaan warga India masih belum terlindungi asuransi karena tidak masuk dalam program pemerintah atau tak mampu membayar premi.
“Pemotongan pajak ini langkah positif untuk menjangkau kelompok ekonomi lemah. Sementara itu, keluarga kelas menengah bisa memanfaatkannya untuk membeli perlindungan kesehatan dengan cakupan lebih besar,” ujar S. Prakash, konsultan di Bajaj Allianz General Insurance Company Ltd.
“Satu-satunya kekhawatiran saya adalah jangan sampai perusahaan melihat ini sebagai peluang untuk menaikkan premi,” tambahnya.
Selain tingkat penetrasi yang rendah, India juga tertinggal dalam hal kepadatan asuransi — yakni jumlah premi per kapita. Untuk asuransi jiwa, angka itu hanya 70 dolar AS dan 25 dolar AS untuk non-jiwa. Angka tersebut jauh dibandingkan rata-rata global 361 dolar AS untuk asuransi jiwa dan 528 dolar AS untuk non-jiwa.
“Ini keuntungan berarti bagi negara yang masih menghadapi masalah underinsurance,” ujar Pankaj Gupta, CEO Pramerica Life Insurance Company Ltd terkait insentif pajak tersebut.
“Produk unit-linked diperkirakan akan memberi efisiensi jangka panjang yang lebih baik, sementara pemegang polis dapat menginvestasikan kembali tabungan mereka dengan cara yang menguntungkan secara pajak,” lanjutnya.
Namun, saham beberapa perusahaan asuransi India, termasuk Max Financial Services Ltd dan HDFC Life Insurance Co. Ltd, justru melemah di Mumbai setelah laporan lokal menyebut sektor ini berpotensi kehilangan manfaat kredit pajak masukan akibat perubahan aturan perpajakan.
(bbn)
