Hasil pemantauan itu menunjukkan bahwa pasokan gabah ke penggilingan padi menurun, sementara dari 35 ritel modern yang dipantau di wilayah Jabodetabek, 8 di antaranya tidak memiliki stok beras untuk dijual.
Dia mengatakan harga beras premium tercatat mulai Rp14.700 per kilogram hingga Rp32.400 per kilogram, sedangkan beras non-premium dijual Rp21.000-Rp37.500 per kilogram. Beras operasi pasar SPHP tersedia di harga Rp12.500 per kilogram, namun kualitas dan mutunya kerap dikeluhkan masyarakat.
"Ombudsman juga mencatat kondisi cadangan beras pemerintah yang mengkhawatirkan. Dari total stok Bulog 3,9 juta ton, terdapat lebih dari 1,2 juta ton beras berumur lebih dari enam bulan. Kondisi ini berpotensi menimbulkan disposal [pembuangan] hingga 300 ribu ton dengan taksiran kasar kerugian negara sekitar Rp4 triliun," ungkap Yeka.
Ia menambahkan, realisasi penyaluran SPHP baru mencapai 302 ribu ton atau 20% dari target 1,5 juta ton, dengan rata-rata distribusi harian hanya 2.392 ton. Angka ini tercatat jauh di bawah kebutuhan harian sekitar 86.700 ton.
Yeka juga menyoroti mengenai realisasi bantuan pangan baru 360 ribu ton atau sekitar 98,62%, lebih rendah dibandingkan tahun 2024. Menurutnya, baik SPHP maupun bantuan pangan belum mampu menekan harga beras yang secara umum masih di atas HET.
"Kondisi tersebut membuka ruang terjadinya maladministrasi. Potensi maladministrasi meliputi risiko disposal stok cadangan beras pemerintah, penyaluran SPHP yang tidak berkualitas, keterbatasan ketersediaan beras di ritel modern, harga beras yang tetap di atas HET, serta potensi penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan cadangan beras pemerintah," tambahnya.
Ombudsman memberikan catatan pada pemerintah agar memperkuat operasi pasar SPHP dengan jaminan kualitas, mendorong Satgas Pangan mengevaluasi distribusi, dan memberikan iklim usaha yang nyaman. Ombudsman juga mendorong pemerintah untuk memastikan bantuan pangan masyarakat miskin disalurkan hingga Desember 2025.
(ain)































