Setelah tipping fee masuk ke dalam struktur tarif listrik dalam perjanjian jual beli listrik (PJBL), PLN menyarankan harga patokan tertinggi atau ceilling tariff PLTSa mencapai sekitar US$22 sen per kilowatt hour (kWh).
“Ceilling tariff dapat dinaikkan hingga US$22 sen per kWh,” dikutip dari bahan presentasi PLN.
Di sisi lain, PLN juga mengajukan bantuan pembiayaan dari pemerintah pusat lewat skema subsidi atau kompensasi pada rancangan revisi Perpres yang akan segera diteken Presiden Prabowo Subianto akhir bulan ini.
Skema kompensasi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) itu sebelumnya tidak diatur dalam perpres lama. Dalam regulasi pembangkit listrik sampah sebelumnya, tipping fee dibayarkan lewat APBD dengan tarif listrik feed in tarrif maksimal US$13,35 sen per kWh.
Selain itu, PLN mengusulkan model kontrak take and pay dengan annual contracted energy (ACE) untuk menjamin pengembalian investasi dalam beleid yang anyar. Sebelumnya, skema jaminan pengembalian investasi belum diatur pada regulasi lama.
“Selisih biaya pokok penyediaan dan tarif dengan komponen tipping fee ditanggung pemerintah pusat melalui skema/kompensasi,” usul PLN lewat bahan presentasi yang dilihat Bloomberg Technoz.
Adapun, PLN memperkirakan kompensasi untuk menjalankan proyek pembangkit listrik tenaga sampah atau PLTSa mencapai sekitar Rp8,35 triliun per tahun.
Besaran kompensasi itu berasal dari simulasi perhitungan untuk 15 PLTSa yang saat ini masuk dalam perencanaan PLN sebesar Rp5,98 triliun, tersebar di 15 kota di Jakarta, Sumatra Selatan, Jawa Timur, Jawa Tengah hingga Sulawesi.
Sementara itu, sekitar Rp2,37 triliun berasal dari 9 proyek PLTSa yang diusulkan pemerintah kota lainnya yang belum masuk ke dalam perencanan PLN.
Bloomberg Technoz telah meminta konfirmasi ke Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jisman P. Hutajulu, Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi dan Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo terkait dengan simulasi kompensasi listrik sampah itu.
Hanya saja, permohonan konfirmasi belum ditanggapi sampai berita tayang.
Direktur Pengembangan Bisnis dan Niaga PLN IP Bernardus Sudarmanta mengatakan perseroannya bakal bertindak sebagai bagian dari pengembang pada PLTSa selepas Perpres baru diteken pemerintah.
Selain itu, Bernardus menuturkan jumlah proyek PLTSa yang akan dilelang PLN masih bersifat dinamis.
“PLN IP akan menjadi bagian dari developer saja. Mengenai jumlah proyek belum ada kepastian,” kata Bernardus saat dikonfirmasi.
Sampai dengan semester I-2025, PLN telah menadantangani PJBL untuk PLTSa Palembang, PLTSa Sunter, PLTSa Surabaya dan PLTSa Surakarta.
Hanya 2 PJBL yang telah beroperasi di antaranya PLTSa Putri Cempo di Solo berkapasitas 5 megawatt (MW) dan PLTSa Benowo di Surabaya berkapasitas 9 MW.
Segera Diteken
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan membeberkan revisi Perpres Nomor 35 Tahun 2018 bakal segera terbit.
Zulhas mengatakan beleid anyar itu bakal segera diteken Presiden Prabowo Subianto dalam waktu 2 hari atau 3 hari mendatang.
“Kami sudah selesai tanda tangan tinggal tunggu perpres, satu dua hari ini turun,” kata Zulhas selepas menghadiri rapat terbatas di Istana Negara, Jakarta, Senin (25/8/2025).
Zulhas membeberkan beleid pengelolaan sampah itu bakal memangkas alur bisnis yang relatif panjang dan tidak menguntungkan dengan pemerintah daerah.
“Nanti enggak [tipping fee], dari Danantara kontrak dengan PLN, dikerjakan, nanti dari Kementerian ESDM izinnya, selesai,” kata dia.
Di sisi lain, Kementerian ESDM memastikan pemenang lelang PLTSa akan otomatis mendapat PJBL dengan PLN.
Kepastian PJBL itu menjadi terobosan baru yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan investasi pada proyek PLTSa sembari mengurangi tumpukan sampah di sejumlah daerah.
“Karena kasus sampah ini darurat nih, kita melakukan model terobosan kalau di situ dimenangkan lelangnya otomatis dapat PJBL, langsung ada direct ini,” kata Dirjen EBTKE Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi di Jakarta, Senin (11/8/2025).
(naw/wdh)





























