Logo Bloomberg Technoz

Hakim Lee menyatakan dirinya “dilanda rasa gelisah dan ketidakpastian” atas apa yang sebenarnya terjadi di level manajemen puncak Qantas menjelang keputusan outsourcing itu.

Kasus pemecatan ilegal ini menjadi salah satu skandal besar Qantas saat pandemi, di samping tuduhan regulator bahwa maskapai menjual tiket pada ribuan penerbangan yang sebenarnya sudah dibatalkan. Untuk kasus “ghost flights” itu, Qantas sepakat membayar tambahan A$120 juta sebagai denda dan kompensasi.

Menyelesaikan kasus pekerja darat menjadi bagian penting dari upaya pemulihan reputasi Qantas di bawah CEO baru Vanessa Hudson, yang menggantikan Joyce pada akhir 2023. Namun, kritik tajam Hakim Lee kembali membuka perdebatan soal siapa yang bertanggung jawab dan apa langkah nyata yang sudah dilakukan perusahaan setelah krisis reputasi terburuk dalam sejarahnya.

Lee menilai tidak hadirnya Hudson di persidangan melemahkan makna permintaan maaf yang disampaikan lewat pernyataan resmi.

“Berbeda halnya antara ruang berita Qantas yang mengeluarkan siaran pers permintaan maaf CEO, dengan pengujian langsung di ruang sidang terhadap pernyataan penyesalan, pengakuan kesalahan, dan janji perubahan budaya. Itu yang disebut penyesalan performatif,” kata Lee.

Hudson kembali menyampaikan permintaan maaf lewat pernyataan usai putusan.

“Kami dengan tulus meminta maaf kepada 1.820 karyawan ground handling beserta keluarga mereka yang terdampak. Kami telah berupaya keras memperbaiki cara kami beroperasi demi membangun kembali kepercayaan karyawan dan pelanggan. Itu tetap menjadi prioritas utama kami,” ujar Hudson.

Meski mengakui Qantas menyesal, Lee menilai penyesalan itu mungkin lebih karena kerusakan reputasi perusahaan ketimbang penderitaan pekerja.

“Saya percaya beberapa pihak di Qantas memang menyesal, tapi itu lebih merefleksikan dampak buruk kasus ini terhadap perusahaan, bukan karena kesadaran atas kerugian yang dialami pekerja,” katanya.

Sementara itu, Alan Joyce yang baru kembali muncul di Sydney pekan lalu membela rekam jejaknya. Dalam konferensi penerbangan, ia mengatakan keputusan “sulit dan menyakitkan” selama pandemi menyelamatkan Qantas dari kebangkrutan.

“Seperti banyak maskapai lain, Qantas menghadapi keputusan yang sangat menantang terkait tenaga kerja. Saya mengakuinya,” kata Joyce, meski tanpa menyinggung langsung pemecatan pekerja darat.

Sekretaris Nasional TWU Michael Kaine menyebut tindakan Qantas pada 2020 sebagai “kejam dan mementingkan diri sendiri.”

“Putusan hari ini adalah pesan A$90 juta (Rp990 miliar) kepada korporasi Australia bahwa pekerja akan berdiri untuk menuntut keadilan,” ujar Kaine.

Qantas sebenarnya terancam denda maksimum A$121 juta (Rp1,33 triliun) atas pemecatan ilegal tersebut.

(bbn)

No more pages