Tak hanya itu, kata dia, biasanya perencanaan untuk penggunaan digitalisasi tersebut dilakukan dalam waktu yang relatif sempit bahkan terkesan terburu-buru.
Dia menyarankan pemerintah dapat memberlakukan penggunaan aplikasi Klik SPHP secara bertahap. Selain itu, Perum Bulog juga dapat memberikan pelatihan intensif terhadap pengecer beras.
“Ada pendampingan dan pengawasan sembari mereka terbiasa dengan layanan digital,” ujarnya.
Eliza berpendapat, pemerintah perlu mengadopsi pendekatan hybrid agar lebih inklusif. Dalam kaitan itu, pemerintah tetap menggunakan digital untuk monitoring pusat namun ada opsi manual atau semi digital di level akar rumput.
“Yang mana ini dibantu ada pengawasan dan pendampingannya. Sehingga meski mereka belum terdigitalisasi, pencatatan penjualan [beras SPHP] berdasarkan NIK ini tetap tercatat,” jelasnya.
Lebih jauh, Eliza menilai jika waktu penyesuaian pengecer dengan digitalisasi relatif lama, maka lebih baik pemerintah mendiversifikasi kanal penyaluran beras SPHP. Dia mengimbau pemerintah dapat melakukan sosialisasi secara berkala dengan mengadakan workshop sederhana bagi pedagang termasuk bantuan perangkat atau smartphone murah.
“Yang namanya sosialisasi enggak cuma sekali. Plus buat mekanisme laporan mudah via hotline atau aplikasi sederhana buat masyarakat laporkan kalau ada masalah, biar sistem terus diperbaiki,” jelasnya.
Sebelumnya, Direktur Utama Perum Bulog Ahmad Rizal Ramdhani mengakui salah satu hambatan lambatnya penyaluran beras SPHP yakni terkendala penggunaan aplikasi Klik SPHP.
Rizal mengungkapkan sejumlah pedagang atau pengecer kesulitan menggunakan aplikasi tersebut karena tidak terbiasa memakai smartphone.
“Memang karena semua ini menggunakan aplikasi, kan tidak semuanya langsung bisa cepat. Kan perlu sosialisasi, teman-teman pengecer yang di pasar-pasar itu kan mohon maaf rata-rata ya sudah sepuh, embo-embo,” kata Rizal di kantor Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Rabu (13/8/2025).
“Handphone-nya juga jadul atau bagaimana ya. Sehingga enggak ada handphone Android dan sebagainya.”
Meskipun demikian, dia menyebut pegawai Bulog yang ada di setiap wilayah turut membantu pengecer menggunakan aplikasi tersebut. Selain hambatan aplikasi, Rizal menuturkan para pengecer memiliki keterbatasan karena hanya dibatasi maksimal membeli 2 ton beras SPHP.
“Kalau kurang juga boleh, sesuai dengan kemampuan dari masing-masing pengecar. Karena pengecar kemampuannya beda-beda gitu kan dalam rata-rata rendah,” ujarnya.
Oleh karena itu, cabang Bulog yang ada di setiap wilayah juga ikut serta menjual beras SPHP khususnya ikut dalam operasi pasar.
“Bawa truk sampai ke pasar-pasar, jual di pasar. Mana yang kira-kira pasar yang mengalami kenaikan [harga beras], nah itu teman-teman gudang Bulog yang ada di wilayah, bawa truk itu ke situ jualan. Supaya mengintervensi harga beras itu menjadi turun,” jelasnya.
(ain)
































