Logo Bloomberg Technoz

Diketahui deal transfer data ke AS menjadi bagian dari kesepahaman atas negosiasi tarif resiprokal atas impor barang asal Indonesia sebesar 19%. Tarif impor atas barang-barang dari luar AS, termasuk Indonesia sudah mulai berlaku sejak Kamis (7/8/2025).

Perjanjian Tarif AS, Data RI Jadi Korban?

Pengamat sekuriti Vaksincom, Alfons Tanujaya sebelumnya menekankan bahwa dirinya tak ambil pusing dengan kedaulatan data imbas dari kesepakatan komitmen transfer data pribadi Indonesia ke AS. Pasalnya data masyarakat Indonesia muncul di berbagai platform luar negeri.

Menurut Alfons, yang lebih penting bukan dimana lokasi data disimpan, melainkan perlindungan data dilakukan secara baik, misalnya enkripsi yang kuat sehingga tak bisa dibaca sekalipun bocor.  “Itu yang paling penting,” ujar dia.

Pendapat lain disampaikan pakar keamanan siber dan digital forensik, Ruby Alamsyah yang menilai isu data RI bisa ditransfer ke AS justru bertentangan dengan aturan yang berlaku di Tanah Air. Ruby menyorot dua regulasi, yaitu Undang (UU) Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelidungan Data Pribadi (PDP) dan Pasal 20 ayat (2) dan ayat (3) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. 

Ruby menduga apabila Amerika dan Indonesia menyetujui kesepakatan tersebut, pemerintah RI akan melakukan penyesuaian terhadap PP 71/2019 dan UU PDP. Namun, Ruby mempertanyakan sampai mana persetujuannya.

"Tetapi ini namanya kan kompromi, bargain [tawar-menawar] karena masalah tarif kita," jelas dia. "Menurut saya, kita dengan negosiasi ini juga bisa mulai bahwa kalau Amerika aja bisa akses data kita, ya kita juga bisa akses data mereka dong. Utamanya nih untuk permintaan-permintaan data tertentu untuk ke penegak hukum."

Klarifikasi Menkomdigi

Menkomdigi Meutya Hafid sebelumnya menyatakan bahwa masih ada serangkaian tahapan pembicaraan teknis terkait klausul transfer data WNI ke AS.  Komdigi tegaskan bahwa kesepakatan perdagangan antara RI-AS yang diumumkan pada 22 Juli 2025 oleh Gedung Putih bukanlah bentuk penyerahan data pribadi secara bebas.

Meutya klaim ini justru menjadi pijakan hukum yang sah, aman, dan terukur dalam tata kelola lalu lintas data pribadi lintas negara.  Ia juga menyinggung perlindungan data pribadi WNI saat menggunakan layanan digital perusahaan AS seperti mesin pencari, media sosial, layanan cloud, dan e-commerce lewat kesepakatan tarif Prabowo Subianto-Donald Trump.

Adapun prinsip utama yang dijunjung pemerintah RI adalah tata kelola data yang baik, pelindungan hak individu, dan kedaulatan hukum nasional. “Pemindahan data pribadi lintas negara diperbolehkan untuk kepentingan yang sah, terbatas, dan dapat dibenarkan secara hukum,” kata Meutya.

(wep)

No more pages