Akan tetapi, Koswara menuturkan hingga saat ini pihak swasta belum menyatakan keseriusannya lantaran pemerintah belum menyelesaikan proyek percontohan atau modeling tersebut. Ketika tahap modeling rampung, KKP optimistis pihak swasta akan berminat menggarap proyek swasembada garam.
“Nanti setelah kita selesai modeling, kita tau kan di sana tuh standar produknya seperti apa dan bagaimana, itu pasti akan makin kenceng [pihak swasta] pada mau,” ujarnya.
Rencana pengembangan K-SIGN terdiri dari 10 zona yang dibagi berdasarkan kondisi topografi dan morfologi Kabupaten Rote Ndao. Pembangunan akan dilakukan secara bertahap. Tahap 1 seluas 1.193 Ha dengan anggaran Rp749,91 miliar di 2025, tahap 2 seluas 9.541 Ha dengan anggaran Rp853,11 miliar di 2026 dan tahap 3 seluas 3.135 Ha di 2027.
Jika di total, pemerintah menganggarkan hingga Rp2 triliun untuk proyek tersebut selama 2025-2026. Anggaran itu di luar pagu Kementerian KKP.
Selain skema ekstensifikasi di Rote, pemerintah juga tengah meningkatkan skema intensifikasi di Indramayu, Jawa Barat; Cirebon, Jawa Barat; dan Pati Jawa Tengah. Dengan pembagian 30% intensifikasi dan 70% ekstensifikasi.
Dalam paparannya, KKP menyatakan potensi lahan garam belum dimanfaatkan secara optimal karena produksi garam masih dilakukan secara tradisional. Dengan demikian produktivitas garam di Tanah Air rendah. Di sisi lain, komoditas tersebut sangat bergantung terhadap kondisi iklim.
Sebelumnya, pemerintah menyatakan akan kembali membuka keran impor khusus untuk garam industri, sebagai bagian dari upaya pemenuhan kebutuhan industri makanan dan minuman (mamin) dalam negeri.
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pangan Zulkifli Hasan mengatakan, pembukaan keran tersebut juga sebagai respons atas keluhan industri yang mengalami kelangkaan bahan baku akibat larangan yang diberlakukan sejak awal tahun ini.
"Iya, sudah boleh. Tadi kita sepakati. Karena peraturannya juga sudah jadi untuk direlaksasi sampai 2027," ujar Zulhas, sapaannya, dalam konferensi pers usai rapat perubahan neraca komoditas 2025 di Jakarta, Jumat (16/5/2025).
Zulhas mengatakan, keputusan tersebut juga sebagai bagian dari target pemerintah terkait swasembada garam pada tahun yang sama. Hal tersebut didasari oleh Perpres Nomor 126/2022, yang mengamanatkan kebutuhan garam harus dipenuhi dalam negeri maksimal 2024 lalu.
Namun, pemerintah hingga saat ini masih belum mampu memenuhi kebutuhan, termasuk pembuatan fasilitas produksinya. Oleh karenanya, pemerintah juga berencana untuk membangun pabrik garam nasional.
Selain itu, dia juga mengakui keputusan pemerintah untuk melarang impor garam industri sejak awal tahun tidak tepat lantaran industri dalam negeri masih belum utuh.
"Makanya tadi disepakati itu, karena [industri] mamin sudah teriak-teriak. Itu yang belum bisa kita bikin [sekarang]. Tahun 2027 baru bisa. Jadi kita setuju untuk impor," tutur dia.
(ell)

































