“Karena kalau kita lihat salah satu di dalam kesepakatan itu kan kita akan melakukan impor dari crude oil ke Indonesia, yang tentunya kan itu perlu ada refinery.”
Rosan menegaskan Danantara masih terus mengkaji rencana pembangunan kilang modular bersama AS itu.
Lebih lanjut, Rosan mengklaim rencana impor minyak mentah dari AS tersebut tak akan merugikan Indonesia. Menurutnya, pemerintah hanya mengalihkan sejumlah porsi impor minyak mentah dari Asia dan Timur Tengah menjadi ke AS.
“Akan tetapi, kita pastikan semuanya akan sesuai dengan perjalanan dengan peraturan yang ada di Indonesia,” tegasnya.
Adapun, Rosan dalam kesempatan sebelumnya menyatakan Danantara tengah mengevaluasi segala potensi investasi, termasuk kilang modular dengan AS, tetapi lebih memprioritaskan proyek-proyek di dalam negeri terlebih dahulu.
“Kita bilangnya 80% fokus di Indonesia, 20% di luar Indonesia. Kita lihat semua, tidak hanya di AS, tetapi di negara lain. [Hal] yang penting, bagaimana kami investasi itu ada transfer teknologi dan penciptaan lapangan kerjanya,” kata Rosan ditemui di kompleks Istana Negara, Selasa (22/7/2025).
Tidak hanya itu, pertimbangan lain yang dikaji Danantara adalah prospek pengembalian atau return dari investasinya harus sesuai dengan tolok ukur yang ditetapkan Danantara, yaitu “di atas biaya modal.”
Tak Masuk MoU
Sebelumnya, dalam kesempatan terpisah Pertamina memberikan sinyal bahwa rencana investasi kilang modular antara Danantara dengan perusahaan AS itu tidak berkaitan dengan nota kesepahaman tidak terikat atau non-binding memorandum of understanding (MoU) yang diteken perseroan, melalui PT Kilang Pertamina Internasional (KPI), awal bulan ini.
Vice President Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso menegaskan koordinasi perseroan dengan pemerintah terkait dengan kerja sama AS saat ini masih befokus pada tindak lanjut atau detail MoU yang sudah diteken dengan 3 perusahaan AS pada 7 Juli 2025, yaitu; ExxonMobil Corp., Chevron Corp., dan KDT Global Resource LLC.
“Secara B to B [bisnis ke bisnis] beberapa waktu lalu kami sudah melakukan MoU dengan sejumlah mitra di AS untuk optimalisasi pengadaan minyak mentah,” kata Fadjar ketika dimintai konfirmasi Bloomberg Technoz, Senin (28/7/2025).
Selain pengadaan minyak mentah, Fadjar menyatakan rencana impor LPG dari AS telah dilakukan sebelum negosiasi tarif dilakukan.
Dia juga enggan memerinci apakah MoU tersebut sudah mencakup rencana impor produk kilang berupa bahan bakar minyak (BBM) jenis bensin atau belum. Fadjar hanya memastikan Pertamina masih terus membahas kemungkinan impor komoditas energi lainnya.
“LPG memang sudah berjalan lama pengadaan dari AS, untuk komoditas lain masih terus kita jajaki,” ujarnya.
Adapun, sumber Reuters sebelumnya melaporkan Danantara berniat meneken kontrak rekayasa, pengadaan, dan konstruksi (EPC) senilai US$8 miliar dengan perusahaan AS, KBR Inc. (sebelumnya Kellogg Brown & Root), untuk membangun 17 kilang modular.
Informasi tersebut didapatkan dari presentasi resmi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dalam kaitannya dengan kesepakatan dagang usai penurunan tarif bea masuk dari 32% menjadi 19% yang diberikan terhadap komoditas ekspor RI ke AS.
(azr/wdh)
































