"Segmen kontraktor pertambangan yang selama ini menyumbang hampir separuh dari laba sebelum pajak perusahaan diperkirakan mencatat penurunan laba sebesar 16,5% pada 2025 dan 10,8% pada 2026," jelas Hendriko, Senin (28/7/2025).
Tekanan juga terjadi di segmen alat berat, dengan estimasi penurunan laba sebelum pajak masing-masing sebesar 8,3% dan 6,8% pada periode yang sama.
Selain penurunan permintaan, ketatnya persaingan dari merek alat berat asal Tiongkok seperti XCMG turut menjadi tantangan bagi UNTR. Data hingga Mei 2025 menunjukkan pangsa pasar Komatsu, merek yang diageni UNTR terkoreksi menjadi 26%, lebih rendah dibandingkan tren historis di kisaran 28–30%. Tren ini turut menekan harga jual rata-rata dan margin perusahaan.
UNTR memang telah memulai diversifikasi ke sektor logam dan mineral, terutama emas dan nikel. Namun, kontribusi dari lini bisnis ini diperkirakan belum signifikan dalam waktu dekat. Berdasarkan estimasi Stockbit, kontribusi laba sebelum pajak dari segmen logam dan mineral baru mencapai 12% pada 2025 dan 16% pada 2026.
Pada bisnis emas, UNTR masih fokus pada peningkatan kapasitas tailing kering dan eksplorasi fase kedua tambang Martabe. Sementara itu, pengembangan tambang nikel masih dalam tahap konstruksi (smelter RKEF) dan studi kelayakan (smelter HPAL), sehingga belum akan memberikan dampak terhadap pendapatan maupun laba dalam jangka pendek.
Secara keseluruhan, tim Stockbit memperkirakan pendapatan UNTR akan turun berturut-turut sebesar 0,04% pada 2025 menjadi Rp134,37 triliun dan 1,1% pada 2026 menjadi Rp132,87 triliun. EBITDA diperkirakan terkoreksi 2% pada 2025 dan 3,3% pada 2026. Di sisi bawah, laba bersih UNTR diproyeksikan turun 10,9% pada 2025 menjadi Rp17,41 triliun, dan kembali tergerus 3,9% menjadi Rp16,72 triliun pada 2026.
Terbantu Dividen
Meski menghadapi tekanan laba, UNTR dinilai tetap menawarkan nilai dari sisi dividen dan valuasi.
Dengan asumsi rasio pembagian dividen (payout ratio) 40%, Stockbit memproyeksikan dividen UNTR untuk tahun buku 2025 akan mencapai sekitar Rp7 triliun, setara dengan Rp1.917 per saham. Ini mencerminkan dividend yield sebesar 8,3%.
Dengan mempertimbangkan tekanan pada bisnis inti dan kontribusi bisnis baru yang masih terbatas, Stockbit mengambil sikap netral terhadap prospek saham UNTR dalam jangka menengah.
Meskipun dividen dan valuasi terlihat menarik, belum adanya katalis positif dalam waktu dekat menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan harga saham.
(dhf)





























