Logo Bloomberg Technoz

“Ekspor kami gagal, mereka memblokir jetty dan akses pabrik perusahaan di Kawasan Industri Bantaeng yang masih merupakan Proyek Strategis Nasional [PSN],” ujar Jos Stefan.

PT Huadi Nickel Alloy Indonesia (Dok. IG @huadiindonesia)

Jos Stefan mengaku Huadi dirugikan oleh kabar dugaan PHK massal tersebut. Dia menjelaskan perusahaan juga akan mengambil langkah somasi kepada pihak yang menyampaikan informasi yang disebutnya sebagai "hoaks" itu.

Bahkan, jika tidak ditanggapi dengan baik, perusahaan akan melakukan langkah hukum terhadap pihak-pihak yang secara sengaja menyebarkan informasi bohong dan merugikan nama baik perusahaan.

“Kami bisa kehilangan kepercayaan dari mitra-mitra kami dan ini sangat merugikan,” tuturnya.

Jos Stefan jaga mengimbau para pekerja untuk tetap tenang dan tidak mudah percaya terhadap informasi yang belum diverifikasi kebenarannya.

Laporan Serikat Pekerja

Secara terpisah, Ketua Serikat Tingkat Pabrik SBIPE Abdul Malik mengeklaim PHK telah terjadi di lingkungan smelter nikel PT Huadi Nickel Alloy Indonesia dan tiga anak usahanya.

Ketiga anak perusahan tersebut yakni PT Huadi Wuzhou Nickel Industry, PT Huadi Yatai Nickel Industry, dan PT Huadi Yatai Nickel Industry Il yang semuanya bergerak di industri hilirisasi nikel. Adapun, Huadi Group beroperasi di Kawasan Industri Bantaeng (KIBA), Sulawesi Selatan.

Setidaknya, kata Abdul, sebanyak 350 buruh dari PT Huadi Whuzo dan 600 dari PT Huadi Yatai dirumahkan sejak 1 Juli 2025 tanpa surat resmi dan tanpa upah.  

“Whuzo 350 [pekerja] dan yatai 600 [pekerja] yang di rumahkan tanpa kepastian. Huadi [perusahaan induk] belum jelas,” kata Abdul, Jumat (18/7/2025).

Abdul mengeklaim PHK tersebut dilakukan secara "terselubung" dengan dalih "dirumahkan" oleh perusahaan. 

Dia pun sempat mengatakan sejak akhir 2024 hingga pertengahan 2025, rentetan ketidakadilan terus dihadapi oleh para pekerja di smelter nikel tersebut; mulai dari PHK sepihak hingga dirumahkan tanpa surat resmi dan upah.

Di sisi lain, Abdul mengeklaim Upah Minimum Provinsi (UMP) 2025 juga belum diterapkan oleh Huadi Group. Upah lembur pun tidak dibayar sesuai ketentuan, bahkan serikat pekerja dikesampingkan dari seluruh proses perundingan bipartit. Adapun, UMP 2025 untuk Provinsi Sulsel adalah Rp3.657.527.

“Ini bukan sekadar persoalan administrasi. Ini adalah bentuk nyata penindasan terhadap buruh di tengah industri yang dibanggakan pemerintah. Kami yang bekerja siang malam di tengah asap smelter, justru dikeluarkan begitu saja tanpa perlindungan, tanpa kejelasan,” jelasnya.

Bloomberg Technoz telah meminta konfirmasi dan tanggapan terkait dengan laporan PHK tersebut kepada Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer. Hanya saja, Ebenezer mengaku belum mendapat informasi dari bawahannya.

“Belum dapat infonya,” kata Ebenezer saat dimintai konfirmasi.

Kemudian, Bloomberg Technoz juga telah menghubungi Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Pemprov Sulsel Asrul Sani, tetapi yang bersangkutan mengaku tidak mengetahui kabar tersebut.

Diberitakan sebelumnya, industri smelter nikel khususnya yang berbasis rotary kiln electric furnace (RKEF) atau pirometalurgi di Indonesia yang selama ini sudah cukup tertekan.

Beberapa pemain besar di sektor ini bahkan telah melakukan penyetopan lini produksi sementara sejak awal tahun ini akibat margin yang makin menipis, bahkan mendekati nol, saat permintaan baja nirkarat China turun dan biaya produksi makin meningkat.

Anggota dewan Penasihat Asosiasi Penambang Indonesia (APNI) Djoko Widajatno mengatakan setidaknya terdapat empat perusahaan smelter nikel yang terpantau telah melakukan penyetopan sementara atau shutdown sebagian lini produksinya.

Mereka a.l. PT Gunbuster Nickel Industry (GNI) dan PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS) yang masing-masing beroperasi di kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Sulawesi Tengah.

Lalu, Huadi PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) di Konawe, Sulawesi Tenggara dan PT Huadi Nickel Alloy Indonesia (HNAI).

Sekadar catatan, saham ⁠PT Huadi Nickel Alloy Indonesia dimiliki oleh Shanghai Huadi sebanyak 51% dan Duta Nickel Sulawesi 49%. Adapun, total investasi pembangunan pabrik pengolahan nikel perusahaan tersebut sebesar Rp5,3 triliun.

Lokasi smelter tersebut berada di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan dengan luas 150 hektare (ha) dan memulai produksi sejak 2018 dengan kapasitas saat ini mencapai 350.000 ton feronikel (FeNi) per tahun.

(mfd/wdh)

No more pages