Bloomberg Technoz, Jakarta - Rupiah kemungkinan bergerak terbatas dengan peluang penguatan yang tipis, dalam perdagangan di pasar spot hari ini di tengah kabar tercapainya kesepakatan perdagangan Indonesia dengan Amerika Serikat (AS), juga menjelang pengumuman hasil keputusan Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia siang nanti untuk penentuan kebijakan suku bunga acuan BI rate.
Gelar lelang Surat Utang Negara Selasa kemarin yang masih membukukan animo besar pasar dengan incoming bids melampaui Rp100 triliun, menunjukkan ekspektasi terhadap penurunan BI rate masih kuat di tengah konsensus yang memprediksi 'tahan' untuk BI rate.
Di pasar offshore, rupiah forward (NDF) menguat tipis 0,02% di kisaran Rp16.289/US$ pada penutupan bursa New York Selasa. Pagi ini, Rabu (16/7/2025) di Singapura, rupiah NDF bergerak melanjutkan penguatan sedikit di kisaran Rp16.281/US$.
Sementara indeks dolar AS yang tadi malam ditutup menguat 0,55% di level 98,61, pagi ini terpantau stabil di kisaran tersebut dengan penurunan sedikit 0,01%.
Data inflasi CPI Amerika yang dirilis tadi malam, sebenarnya melegakan pasar dengan angka inflasi CPI inti lebih rendah ketimbang perkiraan pasar di 0,2%. Sedangkan dalam hitungan tahunan, angkanya sesuai prediksi pasar di 2,9%. Data itu sempat membuat lonjakan harga US Treasury.
Namun, upaya Presiden AS Donald Trump menggusur Gubernur Federal Reserve Jerome Powell telah menuai reaksi negatif dari pasar Treasury sehingga yield kembali naik.
Pagi ini, mata uang Asia pagi ini juga bergerak variatif, sebagian besar menguat dipimpin oleh dolar Singapura, bersama won, yen, yuan offshore, juga dolar Hong Kong. Namun, penguatannya terbatas. Sedangkan baht dan ringgit masih tertekan cukup banyak.
Pasar kemungkinan masih akan mencerna detil dari isi kesepakatan dagang berikut dampaknya terhadap perekonomian ke depan. Besarnya nilai komitmen pembelian barang AS oleh Indonesia dinilai akan berimbas tak kecil terhadap surplus dagang yang dinikmati oleh Indonesia selama ini.

Presiden AS Donald Trump mengatakan, Indonesia terkena tarif sebesar 19%. Tarif itu lebih kecil dibanding tarif sebelumnya 32% dan menjadi yang terendah kedua di Asia Tenggara setelah Singapura yang hanya terkena 10%.
Sebagai ganti tarif yang lebih rendah, Indonesia membebaskan semua barang impor dari AS dengan tarif nol persen, ditambah komitmen pembelian produk energi AS hingga senilai US$15 miliar, produk pertanian senilai US$4,5 miliar, dan 50 Jet Boeing, kebanyakan di antaranya adalah pesawat jenis Boeing 777.
Mengutip kajian Bloomberg Economics oleh analis Adam Farrar dan ekonom Rana Sajedi, tarif bea masuk produk Indonesia ke AS pada 2024 sebelum Trump menggaungkan kebijakan tarif memang rendah, kurang dari 5%. Saat ini, tarif efektif yang berlaku sudah naik ke hampir 15%.
“Dengan kesepakatan terbaru dengan tarif 19%, maka tarif efektif terhadap produk-produk Indonesia akan naik menjadi lebih dari 22%,” demikian dilansir dari riset yang dirilis hari ini.
Memang tarif tersebut jauh lebih rendah dari ‘ancaman’ awal sebesar 32%. Namun bukan berarti tanpa risiko bagi Indonesia. “Pembacaan awal kami mengindikasikan bahwa ekspor Indonesia ke AS bisa turun 25% dalam jangka menengah. Dampaknya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) adalah 0,3%,” kata Farrar dan Sajaedi.
Nilai pembelian produk energi dan pertanian AS oleh Indonesia juga pesawat Boeing hingga 50 unit, belum dijelaskan kapan akan direalisasikan. Namun, bila menghitung total pembelian yang mendekati defisit dagang AS dengan RI senilai US$18 miliar, hal itu bisa berdampak pada transaksi berjalan yang menjadi fundamental rupiah.

Namun, dalam pandangan Ekonom Trimegah Sekuritas Fakhrul Fulvian, tingkat tarif ke Indonesia yang lebih rendah ketimbang Vietnam, juga Malaysia serta Thailand bisa jadi kabar baik.
Meski perlu diingat bahwa proses negosiasi tiga negara ASEAN itu juga masih belum sepenuhnya selesai, sehingga masih angka tarif masih potensial berubah lagi.
"Di tengah dunia yang volatile seperti saat ini, adanya kesepakatan ini menjadi angin segar," ujar Fakhrul, dalam catatan yang diterima.
Yang lebih penting sebenarnya bukan besaran tarifnya, menurutnya. Namun, pernyataan dari pemerintah AS akan posisi Indonesia.
Posisi Indonesia dalam mineral tanah jarang, tembaga dan mineral lainnya menunjukkan posiai tawar Indonesia. "Sumber-sumber inilah yang nantinya akan menjadi posisi tawar di masa yang akan datang," kata Fakhrul.
Lionel Priyadi, Fixed Income and Market Strategist Mega Capital, menilai kesepakatan dengan AS tersebut dipastikan akan berdampak pada penurunan surplus dagang RI. "Efeknya baru terasa setelah Juli," katanya.
Hari ini, pasar juga akan menantikan hasil RDG Bank Indonesia yang akan mengumumkan kebijakan BI rate. Konsensus pasar sampai pagi ini memperkirakan bunga acuan Indonesia akan kembali ditahan di level 5,50%.
Namun, sebagian ekonom memperkirakan ada peluang penurunan BI rate sebesar 25 bps ke level 5,25% hari ini. Dari 33 ekonom yang disurvei oleh Bloomberg, sebanyak 15 di antaranya memperkirakan BI rate turun hari ini dan 18 ekonom memperkirakan 'tahan' di 5,5%.
Gelar lelang SUN kemarin yang masih mencetak incoming bids tinggi di atas Rp100 triliun, dinilai menjadi indikasi kuatnya ekspektasi pasar akan penurunan suku bunga acuan BI rate hari ini, menurut Lionel.
"Jika BI tidak menurunkan bunga acuan yang sangat dinanti tersebut, kami perkirakan imbal hasil SUN akan mengalami pembalikan tajam di mana SUN 10Y akan naik lagi ke 6,8-6,9%. Kami perkirakan skenario itu kemungkinan kecil terjadi kecuali rupiah terdepresiasi tajam ke kisaran Rp16.500-Rp16.900/US$ atau lebih tinggi," kata Lionel yang memperkirakan BI akan menurunkan suku bunga acuan hari ini.
Analisis dari Wells Fargo, salah satu bank terbesar di AS, yang dilansir hari ini melihat tercapainya kesepakatan RI dengan AS akan memberikan kelegaan bagi rupiah dalam jangka pendek, juga bagi harga surat utang negara.
"Tarif yang lebih rendah ketimbang yang sebelumnya dikenakan bisa membantu sentimen dan menarik dana asing masuk ke Indonesia dalam jangka pendek," kata Brendan McKenna, Ahli Strategi Wells Fargo, dilansir dari Bloomberg News.
Rupiah diperkirakan bisa menguat ke kisaran Rp16.250/US$ atau lebih kuat dari itu. Namun, analis memperingatkan hal tersebut hanya reaksi spontan dan cenderung jangka pendek.
"Agar reli berkelanjutan bisa tercapai, kita perlu melihat lebih banyak kesepakatan perdagangan, perpanjangan tenggat waktu atau perkembangan lain yang meningkatkan sentimen lebih luas terhadap mata uang negara berkembang," kata McKenna.
Tercapainya kesepakatan tersebut, menurut analis akan menambah kompleksitas bagi Bank Indonesia dalam memutuskan kebijakan bunga acuan.
BI rate kemungkinan akan tetap ditahan di 5,5% namun mungkin Dewan Gubernur akan memberi sinyal bahwa pemotongan suku bunga acuan bisa dilakukan lagi pada pertemuan mendatang karena setidaknya risiko idiosinkratik telah teratas, jelas McKenna.
Analisis teknikal
Secara teknikal nilai rupiah berpotensi menguat pada perdagangan hari ini ke level resistance terdekat pada level Rp16.220/US$, resistance potensial selanjutnya menuju Rp16.200/US$ usai break trendline sebelumnya.
Ada juga Rp16.180/US$ sebagai level paling optimis penguatan rupiah di dalam time frame daily, tren jangka pendek perdagangan.
Selanjutnya nilai rupiah memiliki level support terdekat pada level Rp16.300/US$. Apabila level ini berhasil tembus, maka mengkonfirmasi laju support selanjutnya pada level Rp16.350/US$ sebagai support psikologis juga Rp16.400/US$.

(rui)