Logo Bloomberg Technoz

Sebelumnya, pemerintah AS telah menetapkan tarif resiprokal sebesar 32% terhadap Indonesia yang akan berlaku efektif pada 1 Agustus 2025 mendatang, menyusul pengumuman Presiden AS Donald Trump pada 7 Juli 2025.

Belakangan, delegasi pemerintah Indonesia yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto kembali melanjutkan putaran perundingan bersama dengan perwakilan AS ihwal kemungkinan penghapusan tarif.

Airlangga mengklaim, Delegasi Indonesia menjadi salah satu negara pertama yang diterima oleh Pemerintah AS untuk membahas kelanjutan kesepakatan tarif.

Negosiasi lanjutan delegasi yang dipimpin Airlangga pekan lalu itu turut dibarengi dengan penandatanganan nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) antara perusahaan Indonesia dan AS di bidang pertanian dan energi untuk meningkatkan hubungan komersial Indonesia dengan AS.

MoU tersebut mencakup komitmen pembelian produk dari AS dan meningkatkan investasi.

Sejumlah komitmen impor Indonesia itu di antaranya tertuang lewat MoU antara produsen gandum Indonesia dan US Wheat Associates; MoU Sorini Agro Asia Corporindo dan Cargill tentang pembelian jagung; Penyerahan surat dari Cotton Council International kepada Asosiasi Pertekstilan Indonesia; MoU FKS Group dan Zen-Noh Grain Corp tentang pembelian kedelai dan bungkil kedelai; MoU PT Kilang Pertamina Internasional dan ExxonMobil; MoU PT Kilang Pertamina Internasional dan KDT Global Resource; dan MoU antara PT Kilang Pertamina Internasional dan Chevron.

Rencana Impor Pertamina 

Vice President Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso mengonfirmasi perseroannya telah meneken nota kesepahaman ihwal kemungkinan impor minyak mentah dari AS.

Fadjar mengatakan nota kesepahaman itu di antaranya meliputi penyediaan atau pengadaan feed stock minyak mentah untuk ketahanan energi nasional.

“Kerja sama berupa optimalisasi penyediaan feed stock atau minyak mentah untuk ketahanan energi nasional kami, serta potensi kerja sama lainnya terkait dengan sektor kilang [di] hilir [migas],” kata Fadjar saat dihubungi, Rabu (9/7/2025). 

Sekadar catatan, nilai US$15,5 miliar tersebut jauh melebihi estimasi Kementerian ESDM sebelumnya di kisaran US$10 miliar.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor migas Indonesia sepanjang 2024 mencapai US$36,27 miliar. Postur impor itu berasal dari pembelian minyak mentah sekitar US$10 miliar dan hasil migas sebesar US$25,92 miliar.

Adapun, impor LPG Indonesia sepanjang 2024 mencapai 6,89 juta ton dengan nilai mencapai US$3,78 miliar. Porsi impor LPG dari Amerika Serikat mencapai 3,94 juta ton, dengan nilai impor US$2,03 miliar.

Selain AS, Indonesia mengimpor LPG dari Uni Emirat Arab (UEA), Qatar, Arab Saudi hingga Algeria.

Di sisi lain, kuota impor minyak mentah Indonesia dari AS terbilang kecil dibandingkan dengan realisasi impor sepanjang 2024. Indonesia mengimpor minyak mentah dari AS sekitar US$430,9 juta pada periode tersebut.

Sebagian besar impor minyak mentah Indonesia berasal dari  Arab Saudi, Angola, Nigeria hingga Autralia. Sementara itu, impor BBM kebanyakan berasal dari kilang di Singapura.

(mfd/naw)

No more pages