Pemerintahan Trump pekan lalu mengumumkan serangkaian tarif baru terhadap sejumlah mitra dagang, yang akan mulai berlaku pada 1 Agustus. Di antara langkah tersebut adalah tarif 50% terhadap impor tembaga, serta sinyal bahwa tarif sektoral tambahan akan segera menyusul.
Tarif AS terhadap produk China kini telah turun menjadi sekitar 55%, dari puncaknya yang mencapai 145% pada awal April. Penurunan ini membantu mempersempit penurunan ekspor China ke pasar AS, menurut Wang.
Meski demikian, Beijing tetap menghadapi risiko yang semakin besar dari strategi perdagangan AS yang terus berkembang.
Salah satu langkah terbaru adalah perjanjian baru dengan Vietnam, yang mencakup tarif sebesar 20% terhadap ekspor Vietnam ke AS dan tarif lebih tinggi—40%—untuk barang-barang yang dianggap sebagai hasil transhipment, yakni upaya pengalihan asal barang yang kerap digunakan eksportir China untuk menghindari tarif AS. Kebijakan ini berpotensi menurunkan permintaan atas produk China, baik yang dikirim langsung ke AS maupun sebagai komponen dalam rantai pasok negara ketiga.
Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, menyatakan dirinya berencana bertemu dengan mitranya dari China dalam beberapa minggu ke depan untuk melanjutkan pembahasan kerja sama ekonomi.
“Sepertinya strategi front-loading ekspor ke AS masih berlangsung,” kata Zhiwei Zhang, Kepala Ekonom di Pinpoint Asset Management. “Ekspor yang kuat ini membantu menutupi lemahnya permintaan domestik, dan kemungkinan akan menjaga pertumbuhan PDB mendekati target pemerintah sebesar 5% pada kuartal kedua.”
(bbn)































