“Prabowo ini sering obral janji, dan obrol janji itu selain tidak realistis, kemudian akan direvisi oleh menteri-menterinya sendiri,” ujarnya.
Faktanya, kata Bhima, di dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025—2034 tidak ada pemensiunan PLTU batu bara yang disebutkan. Dia menilai terdapat miskoordinasi atau pencitraan.
Jika tidak terealisasi atau tidak ada rencana detail yang mengarah pada EBT 100% dalam 10 tahun mendatang, maka yang terjadi adalah ketidakpercayaan dari investor yang akan berinvestasi di Tanah Air.
“Faktanya Indonesia ke depan dalam RUPTL masih mengandalkan PLTU Batu Bara, bahkan membangun PLTU batu bara baru. Kemudian membangun PLTGU, pembangkit tenaga gas,” tuturnya.
Dalam kaitan itu, Bhima menilai selama Prabowo menjabat hingga 2029 akan banyak investasi dan instalasi pembangkit tenaga fosil yang justru membuat terjadinya distraksi pada komitmen pemerintah untuk mencapai energi terbarukan secara penuh.
Ketika asetnya baru dibangun pada 2025—2026, maka pemensiunannya aset fosil akan sulit karena usianya masih sangat muda.
“Hal itu yang membuat banyak investor ragu sebenarnya terhadap komitmen dari Presiden Prabowo. Ini permasalahannya yang menyampaikan adalah Presiden,” ucapnya.
Lebih jauh, Bhima mengatakan investor tidak akan gampang menelan mentah-mentah ucapan Prabowo tersebut. Investor tersebut akan melakukan cek terhadap dokumen dan realisasi energi terbarukan saat ini dan rencana jangka panjang.
“[Hal] yang jelas dokumen pemerintah itu tidak mengakomodir adanya pemensiunan PLTU Batu Bara dalam RUPTL 2025—2034,” imbuhnya.
Geser Insentif
Untuk mengejar target tersebut, Bhima menyarankan pemerintah bisa menggeser seluruh insentif yang selama ini dinikmati oleh industri fosil ke energi terbarukan.
Kemudian, pemerintah dapat segera memberlakukan pajak karbon sebagai salah satu cara menahan laju ekspansi pembangkit fosil sementara dananya bisa digunakan untuk energi terbarukan.
“Selanjutnya alokasi dari fiskal atau APBN dari sisi belanja ada keberpihakan yang jelas untuk instalasi energi terbarukan,” katanya.
Dia menggarisbawahi, hal terpenting yakni pemerintah dapat melakukan reformasi perizinan sehingga instalasi energi terbarukan menjadi lebih mudah, lebih murah, dan menarik minat investor.
“Satu lagi adalah melakukan perubahan RUPTL, merevisi RUPTL 2025—2034 sehingga tidak ada pembangkit dari fosil baik batu bara maupun gas yang dibangun setelah RUPTL berlaku,” ujarnya.
Sebelumnya, Prabowo menargetkan bauran EBT 100% bisa dicapai pada 2035. Target itu, klaimnya, bahkan lebih cepat 5 tahun dari estimasi yang diperkirakan pemerintah pada 2040.
“Kami berencana untuk mencapai 100% energi baru terbarukan dalam waktu 10 tahun mendatang, targetnya tentu 2040 tapi tim pakar saya bilang kita bisa capai itu lebih cepat,” kata Prabowo di Istana Planalto, Brasilia, Rabu (9/7/2025).
Target ambisius bauran energi bersih nasional itu disampaikan Prabowo saat bertemu dengan Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva.
Sekadar catatan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kembali menurunkan target EBT dalam bauran energi primer nasional pada 2025, dari 23% menjadi antara 17%—20%. Hingga Mei tahun ini, realisasi bauran EBT baru 13,21%.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi mengatakan perubahan target tersebut menyesuaikan dengan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN).
Eniya tidak menampik mencapai target awal bauran EBT sebesar 23% akan sulit direalisasikan pada tahun ini. Terlebih, pada 2024 saja, capaian EBT dalam bauran energi nasional hanya 14,68% dari seharusnya 19,5%.
"Dalam satu tahun ini kita akan berusaha untuk paling tidak mencapai target sesuai KEN [yaitu bauran EBT sebesar] 20%, sedangkan target di versi rendahnya KEN itu 17% pada 2025," ucap Eniya dalam sebuah kesempaatan rapat dengan Komisi XII DPR RI, medio Februari.
Alih-alih, target EBT sebesar 23% dalam bauran energi primer diproyeksikan baru bisa tercapai pada 2030. Sementara itu, hingga 2045 atau saat periode Indonesia Emas, target bauran EBT ditargetkan sebesar 46%.
Berdasarkan RPP KEN, target bauran EBT nasional nantinya juga akan terus naik secara bertahap. Pada 2030, bauran EBT ditargetkan dapat mencapai 19%—21%.
Kemudian, pada 2035 akan naik lagi menjadi sekitar 25%—26%, 2040 ditargetkan mencapai 38%—41%, hingga pada 2060 mendatang mencapai 70%—72%.
(mfd/wdh)
































