“Perkiraan akhir tahun US$10,8 miliar karena harga minyak yang di bawah APBN,” kata Djoksis.
Sementara itu, SKK Migas mengusulkan asumsi penerimaan negara dari sektor hulu migas bergerak ke rentang US$7,8 miliar sampai dengan US$11,9 miliar sepanjang 2026.
Kendati demikian, target lifting minyak yang diusulkan untuk asumsi APBN 2026 cenderung tumbuh moderat di rentang 600 ribu barel oil per day (BOPD) sampai dengan 610 ribu BOPD. Adapun, target lifting minyak pada tahun 2025 dipatok sebanyak 605 ribu BOPD.
Hanya saja, realisasi lifting minyak sampai periode yang berakhir Mei 2025 baru mencapai 567,9 ribu BOPD atau 94% dari target APBN.
Sementara itu, target salur gas untuk prognosa 2026 bergerak ke level 5.338 juta kaki kubik per hari (MMScfd) sampai dengan 5.695 MMscfd. Prognosa itu relatif bergerak moderat dari target tahun ini di level 5.628 MMScfd.
Di sisi lain, SKK Migas mengerek asumsi cost recovery atau pengembalian biaya operasi hulu migas ke rentang US$8,5 miliar sampai dengan US$9,3 miliar untuk tahun depan.
Pagu cost recovery, yang menjadi usulan dalam penyusunan asumsi makro APBN 2026, lebih tinggi 9,41% dari alokasi cost recovery APBN 2025 sebesar US$8,5 miliar.
“Untuk 2026 itu cost recovery US$8,5 miliar sampai dengan US$9,3 miliar karena ada beberapa KKKS yang dari gross split pindah ke cost recovery,” kata dia.
Sejumlah kontraktor kontrak kerja sama atau KKKS yang beralih ke cost recovery itu di antaranya PT Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ), PT Pertamina Hulu Energi Tuban East Java dan PT Pertamina Hulu Kalimantan Timur (PHKT).
(naw)
































