Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Hari ini menjadi hari terakhir Juni, dan besok Juli sudah menyambut. Besok, Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis 2 data penting.

Mulai Juni, BPS menggabungkan rilis inflasi dan perdagangan luar negeri dalam 1 hari. Sebelumnya, data perdagangan internasional dirilis setiap pertengahan bulan.

Kini, rilis data ekspor-impor disatukan dengan pengumuman inflasi yang memang biasa terjadi setiap awal bulan. Jadi pada awal bulan ada rilis inflasi dan perdagangan luar negeri.

Untuk inflasi, konsensus Bloomberg yang melibatkan 9 analis/ekonom menghasilkan median proyeksi inflasi Juni sebesar 0,13% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Jika terjadi, maka terakselerasi dibandingkan Mei yang sebesar -0,37%. Setelah Mei deflasi, sepertinya Juni akan kembali terjadi inflasi.

Demikian pula dengan inflasi tahunan (year-on-year/yoy). Konsensus Bloomberg yang melibatkan 21 ekonom/analis menghasilkan median proyeksi inflasi Juni di 1,81% yoy. Lebih tinggi ketimbang Mei yang sebesar 1,6% yoy.

Percepatan juga terjadi di laju inflasi inti (core). Secara tahunan, konsensus Bloomberg yang melibatkan 16 analis/ekonom memperkirakan inflasi inti pada Juni sebesar 2,42% yoy. Sedikit di atas Mei yang sebesar 2,4% yoy.

Dari sisi harga pangan, sejumlah komoditas memang mengalami kenaikan. Mengutip catatan Badan Pangan Nasional (Bapanas), harga rata-rata beras medium hari ini, Senin (30/6/2025), adalah Rp 13.989/kg. Harga ini adalah 1,65% di atas rerata bulan lalu.

Kemudian harga bawang merah hari ini ada di Rp 42.172/kg. Harga ini 6,38% di atas rata-rata sepanjang Mei.

Lalu harga cabai rawit merah hari ini rata-ratanya Rp 54.842/kg. Harga ini 3,3% lebih tinggi dari rerata Mei.

Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk (BNLI) Josua Pardede memproyeksikan inflasi bulanan pada Juni 2025 sebesar 0,08%. Josua menilai faktor utama penyebab kenaikan moderat ini berasal dari tekanan harga pangan yang kembali meningkat setelah mengalami penurunan pada bulan sebelumnya. 

Inflasi kelompok harga bergejolak (volatile food) diperkirakan meningkat terutama disebabkan oleh naiknya harga beberapa komoditas pangan, seperti bawang merah, beras, dan cabai rawit.

"Harga bawang merah meningkat karena gangguan produksi akibat kondisi tanah yang basah dan lembab serta serangan hama pasca musim hujan yang berdampak pada pasokan," ujar Josua kepada Bloomberg Technoz, akhir pekan lalu.

Pembeli belanja sayur di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta, Selasa (7/12/2025). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)

Harga Emas

Kemudian dari sisi inflasi inti, salah satu komoditas yang cukup memegang peranan penting adalah emas. Bulan ini, harga emas dunia sempat melonjak tinggi akibat konflik di Timur Tengah.

Namun sejak pertengahan Juni, harga sang logam mulia bergerak turun. Dari puncaknya di US$ 3.432,8/troy ons pada 13 Juni, harga sudah ambruk lebih dari 5% per akhir pekan lalu.

Pada pukul 10:44 WIB, harga emas dunia di pasar spot tercatat US$ 3.278,7/troy ons. Dibandingkan dengan posisi awal Juni, harga jatuh tidak kurang dari 3%.

Harga Emas di Pasar Spot (Sumber: Bloomberg)

Proyeksi Inflasi

Ke depan, Josua memperkirakan inflasi akan tetap berada dalam kisaran target Bank Indonesia (BI) pada kisaran 1,5–3,5% hingga akhir 2025. Faktor pendukung stabilitas inflasi di antaranya meredanya dampak inflasi impor (imported inflation) seiring menurunnya risiko ketegangan perdagangan global.

Selanjutnya, meredanya ketegangan geopolitik di Timur Tengah juga turut membantu mengendalikan harga minyak dunia, yang sebelumnya sempat mengancam stabilitas inflasi domestik.

Dengan kondisi ini, Josua memperkirakan inflasi Indonesia hingga akhir 2025 akan berada di sekitar 2,33%. 

“Dengan terkelolanya inflasi, apabila kondisi global terus membaik dan rupiah tetap stabil, maka ruang bagi BI untuk melanjutkan pemangkasan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin pada sisa 2025 . Terutama untuk mendukung pertumbuhan ekonomi domestik yang cenderung melambat," tegas Josua.

(aji)

No more pages