"Pemerintah bertujuan untuk menjaga utangnya di bawah 40% dari PDB dalam jangka menengah. Namun, target fiskal jangka menengah ini belum memasukkan inisiatif yang diperkenalkan oleh pemerintahan baru Prabowo," sebagaimana termaktub dalam laporan AMRO's 2025 Annual Consultation Report on Indonesia Juni 2025, dikutip Selasa (24/6/2025).
Proyeksi rasio utang yang mencapai 42% dari PDB ini didorong oleh defisit keseimbangan primer yang lebih besar dan biaya pinjaman yang lebih tinggi untuk mengimbangi pertumbuhan ekonomi.
Dalam kaitan itu, AMRO memproyeksikan tingkat pertumbuhan ekonomi rata-rata adalah 5,1% pada 2025-2029, yang secara umum sejalan dengan jalur pertumbuhan potensial.
Sementara itu, defisit keseimbangan primer diproyeksi akan meningkat karena pengeluaran yang lebih tinggi dalam jangka menengah, terlebih karena perluasan program-program baru yang diperkenalkan pada 2025.
Dalam hal ini, defisit keseimbangan primer diproyeksi melebar menjadi -0,3% terhadap PDB pada 2025 dan 2026; -0,4% terhadap PDB pada 2027; 0,5% terhadap PDB pada 2028; dan 0,6% terhadap PDB pada 2029. Padahal, pada 2024, realisasinya -0,1% terhadap PDB.
Sementara itu, penerimaan pendapatan jangka menengah diproyeksikan tidak mencapai target pemerintah karena kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 12% hanya berlaku secara efektif untuk barang dan jasa mewah pada 2025, menyimpang dari rencana awal pemerintah.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah berkomitmen untuk menjaga rasio utang pemerintah terhadap PDB di bawah level 40%.
"Pemerintah komitmen di bawah 40%," ujar Airlangga saat ditemui di kantornya, Rabu (12/3/2025).
(lav)