"Bola ada di pimpinan negara masing-masing, karena ada 70 negara yang negosiasi dengan AS, pasti berpengaruh ke proses perundingan," ujar Haryo.
Ekonom Senior Segara Research Institute Piter Abdullah mengatakan indikasi dampak kebijakan tarif AS ke ekonomi Indonesia adalah kinerja ekspor Tanah Air ke Negeri Paman Sam yang turun, tetapi impor ke China meningkat pada April 2025.
Menyitir data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor nonmigas Indonesia ke AS adalah US$2,07 miliar pada April 2025. Angka ini anjlok 20,87% secara bulanan (month-to month/mtm) dibandingkan dengan US$2,62 miliar pada Maret 2025. Meski demikian, secara tahunan (year-on-year/yoy) angkanya masih meningkat 18,43%.
Di sisi lain, nilai ekspor nonmigas ke China adalah US$4,83 miliar pada April 2025. Angka ini turun 7,03% (mtm), tetapi naik 12,9% (yoy) dibandingkan dengan US$4,27 miliar pada April 2024.
"Data April setidaknya sudah menunjukkan ekspor Indonesia ke AS turun, sementara impor dari China meningkat," ujar Piter kepada Bloomberg Technoz, Kamis (19/6/2025).
Namun, Piter mengatakan data ekspor tersebut tidak semata-mata terjadi karena tarif AS, melainkan juga karena ketegangan geopolitik dan permasalahan faktor industri domestik yang diindikasikan dengan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK).
Dalam kesempatan yang berbeda, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pernah mengatakan surplus neraca perdagangan Indonesia sebesar US$160 juta pada April 2025, yang terendah secara bulanan (month-to-month/mtm) sejak Mei 2020, merupakan dampak dari kebijakan tarif perdagangan Amerika Serikat.
Menurut dia, dampak kebijakan tarif perdagangan oleh Presiden AS Donald Trump memang terlihat pada April dan Mei 2025. Dalam hal ini, Bendahara Negara meyakini dampak kebijakan tarif Trump bakal makin terasa di seluruh dunia pada Mei 2025.
"Kalau April kemarin barangkali masih diumumkan pengiriman [shipment] sudah jalan, kita lihat pada Mei nya dampak di seluruh dunianya juga sudah terlihat," ujar Sri Mulyani saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, senin (2/6/2025).
Indonesia menjadi salah satu negara yang terkena tarif resiprokal Amerika Serikat (AS), yakni sebesar 32%. Dalam perkembangannya, pemerintah Indonesia melakukan negosiasi tarif perdagangan dengan Negeri Paman Sam.
Pemerintah, diwakili oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto hingga Sri Mulyani melakukan pertemuan dengan berbagai pemangku kepentingan di AS mulai 16 April 2025.
Dalam lawatan ke AS untuk negosiasi tarif, pemerintah Indonesia menemui berbagai pemangku kepentingan, mulai dari Perwakilan Perdagangan Amerika Serikat atau United States Trade Representative (USTR) hingga Menteri Keuangan Amerika Serikat Scott Bessent.
Indonesia telah menyampaikan sejumlah tawaran kepada AS antara lain dengan meningkatkan pembelian energi, produk Pertanian, dan Engineering, Procurement, Construction (EPC), memberikan insentif dan fasilitas bagi perusahaan Amerika Serikat dan Indonesia, membuka dan mengoptimalkan kerja sama mineral kritis (critical mineral), memperlancar prosedur dan proses impor untuk produk Amerika Serikat, dan mendorong investasi strategis dengan skema business to business.
Indonesia juga menyampaikan pentingnya memperkuat kerja sama pendidikan, sains, ekonomi digital, dan financial services, penetapan tarif yang lebih rendah dari negara kompetitor untuk produk ekspor utama yang tidak akan bersaing dengan industri dalam negeri di Amerika Serikat seperti Garmen, Alas Kaki, Tekstil, Furnitur, dan Udang, serta juga menyampaikan pentingnya memastikan ketahanan rantai pasok dari produk strategis dalam menjaga economic security.
“Target negosiasi yang sedang berjalan ini yang penting Indonesia mendapatkan tarif yang lebih rendah dan tarif yang diberlakukan untuk Indonesia ini seimbang dengan negara-negara lain. Untuk target lainnya tentu kita lihat sesuai dengan pembahasan daripada tim negosiasi yang mungkin akan berlangsung satu, dua, atau tiga putaran,” ujar Airlangga dalam siaran pers.
Di sisi yang lain, Airlangga juga menyampaikan permintaan Indonesia untuk mendapatkan penurunan tarif ekspor dari Indonesia ke AS, khususnya terhadap ekspor 20 produk utama Indonesia, karena selama ini tarif impor Indonesia lebih tinggi dari beberapa negara kompetitor atau produsen barang sejenis dengan ekspor Indonesia ke AS.
Selain itu, Airlangga mengatakan tawaran Indonesia kepada AS untuk mewujudkan kerja sama perdagangan yang adil sepenuhnya mengacu kepada kepentingan nasional dan dirancang untuk memberikan setidaknya lima manfaat.
Pertama, memenuhi kebutuhan dan menjaga ketahanan energi nasional. Kedua, memperjuangkan akses pasar Indonesia ke AS, khususnya dengan kebijakan tarif yang kompetitif bagi produk ekspor Indonesia.
Ketiga, deregulasi untuk meningkatkan kemudahan berusaha, perdagangan, dan investasi yang akan menciptakan lapangan pekerjaan. Keempat, memperoleh nilai tambah dengan kerjasama rantai pasok (supply chain) industri strategis dan critical mineral. Kelima, akses ilmu pengetahuan dan teknologi dalam berbagai bidang, antara lain kesehatan, pertanian, energi terbarukan (renewable energy).
(lav)































