Meskipun pertumbuhan penjualan saat ini lebih tinggi dibandingkan 4,2% pada kuartal pertama, data terbaru menunjukkan bahwa Inditex, seperti para pesaingnya, juga mulai merasakan dampak penurunan permintaan akibat perang dagang global. Perusahaan ini sebelumnya berhasil menjaga kinerjanya dengan mengontrol stok secara ketat, memungkinkan mereka lebih lincah di industri mode yang cepat berubah. Namun, laju pertumbuhan penjualan telah melambat tajam sejak ledakan pasca pandemi. Rival asal Swedia, Hennes & Mauritz AB (H&M), juga mencatat hasil kuartal pertama yang mengecewakan akibat banyaknya stok pakaian yang belum terjual.
Inditex juga memperingatkan bahwa gejolak nilai tukar akan menjadi hambatan yang lebih besar dari perkiraan. Perusahaan kini memperkirakan fluktuasi mata uang akan memangkas penjualan hingga 3% tahun ini — naik dari estimasi awal sebesar 1%. Penyesuaian ini terjadi setelah melemahnya nilai tukar dolar AS dan peso Meksiko terhadap euro, yang mengurangi pendapatan internasional saat dikonversi ke mata uang asal perusahaan.
Sejumlah peritel lain juga mencatat dampak pelemahan nilai tukar. H&M menyebut menguatnya kroner menjadi salah satu penyebab lemahnya kinerja kuartalannya. Bulan lalu, merek sepatu asal Jerman, Puma AG, juga menyebut tarif dan fluktuasi mata uang sebagai tantangan utama. Industri garmen global yang umumnya berbasis dolar sangat rentan terhadap perubahan kurs ketika pendapatan dikonversi kembali ke mata uang lokal, terutama bagi peritel Eropa.
Bursa saham pertama kali terguncang pada Maret ketika Inditex mengisyaratkan awal tahun fiskal yang lemah, menyebabkan sahamnya anjlok 7,5% — penurunan harian terbesar dalam lima tahun terakhir. Pada kuartal pertama yang berakhir 30 April, laba operasional Inditex masih sesuai dengan estimasi analis, namun pendapatan di bawah ekspektasi. Perusahaan mencatat biaya meningkat 2,3% dalam periode tersebut, lebih tinggi dari pertumbuhan pendapatan yang hanya 1,5%, termasuk dampak nilai tukar.
Menanggapi pertanyaan terkait tarif Donald Trump, Inditex menyatakan akan memanfaatkan jaringan pemasok globalnya yang luas, termasuk yang berada dekat dengan pasar utama seperti Spanyol, Portugal, Turki, dan Maroko, untuk mengatasi situasi.
“Bagaimanapun juga, kami melihat peluang pertumbuhan secara global, tidak hanya di satu pasar,” ujar Direktur Hubungan Investor, Gorka Garcia-Tapia Yturriaga, dalam panggilan telepon dengan para analis.
Dalam beberapa tahun terakhir, perusahaan telah berinvestasi besar-besaran untuk memperluas jaringan toko serta merenovasi gerai-gerai lama demi meningkatkan pengalaman belanja pelanggan. Tahun ini, Inditex berencana kembali menggelontorkan dana sebesar €1,8 miliar (sekitar Rp33 triliun) untuk perbaikan toko dan teknologi, serta tambahan €900 juta untuk memperluas jaringan logistik mereka.
(bbn)






























