Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Ketua Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DRP) Mukhamad Misbakhun akan mendorong pimpinan Komisi XI DPR untuk mengagendakan rapat dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ihwal aturan baru nasabah turut menanggung biaya (co-payment) paling sedikit 10% dari total nilai pengajuan klaim untuk produk asuransi kesehatan.

Terlebih, Misbakhun mengatakan, aturan itu belum pernah dibicarakan sebelumnya dengan Komisi XI DPR. Maka, rapat dengan OJK bertujuan untuk mengetahui dasar, alasan dan argumentasi dari otoritas mengenai aturan baru yang berlaku 1 Januari 2026 tersebut.

"Co-payment belum pernah dibicarakan sebelumnya dengan komisi XI. Saya nanti akan mengajak pimpinan yang lain, mengagendakan rapat dengan OJK untuk mengetahui dasar, alasan, dan argumentasi kenapa OJK merencanakan ini," ujar Misbakun saat ditemui di Jakara, Rabu (11/6/2025).

Misbakhun mengamini mendapatkan informasi bahwa pembayaran klaim asuransi kesehatan mengalami peningkatan signifikan dan memberikan tekanan terhadap kesehatan industri asuransi. Namun, Komisi XI juga perlu mendengarkan latar belakang dari hal tersebut.

"Jangan sampai [aturan baru asuransi] kemudian memberikan tekanan balik terhadap industri itu tentang kepercayaan kepada industri asuransi yang pada saat ini sedang kita upayakan membangun kembali kepercayaan konsumen masyarakat kepada industri asuransi," ujarnya.

"Pada saat masyarakat membeli polis asuransi itu ada perjanjian di dalam polis yang seharusnya cukup memadai untuk kemudian tidak terbit aturan co-payment itu. Kenapa masih perlu? Harusnya polis itu hubungan bisnis bilateral antara pemegang polis dengan perusahaan asuransi."

Selain itu, Misbakhun juga mempertanyakan OJK yang mengeluarkan peraturan secara spesifik mengenai co-payment. Menurutnya, otoritas seharusnya menyusun aturan untuk membangun industri asuransi yang sehat, memberikan perlindungan kepada konsumen dan melakukan tugas-tugas pengawasan.

"Nanti kita tanyakan kenapa tiba-tiba lahir aturan itu. Padahal kan secara khusus spesifik ini kan sebenarnya harusnya tidak ke sana," cerita dia.

OJK mewajibkan nasabah asuransi kesehatan untuk membayar paling sedikit 10% dari total pengajuan klaim untuk produk asuransi kesehatan dengan prinsip ganti rugi (indemnity) dan produk asuransi dengan skema pelayanan kesehatan yang terkelola (managed care). Ketentuan ini akan berlaku mulai 1 Januari 2026.

Dalam hal ini, OJK mengatur produk asuransi kesehatan harus menerapkan co-payment yang ditanggung oleh pemegang polis, tertanggung, atau peserta paling sedikit 10% dengan batas maksimum Rp300.000 untuk rawat jalan per pengajuan klaim dan Rp3 juta untuk rawat inap per pengajuan klaim.

Ketentuan itu sebagaimana termaktub dalam Surat Edaran OJK Nomor 7/SEOJK.5/2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan. Beleid ini mulai berlaku pada 1 Januari 2026.

Plt Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK M. Ismail Riyadi menjelaskan bahwa tujuan penerbitan aturan tersebut untuk mendorong setiap pihak dalam ekosistem asuransi kesehatan agar dapat memberi nilai tambah bagi upaya efisiensi biaya kesehatan dalam jangka panjang.

Dia mengklaim hal ini dilakukan mengingat tren inflasi medis yang terus meningkat dan jauh lebih tinggi dari inflasi umum, dan tidak hanya di Indonesia tetapi juga terjadi di seluruh dunia.

"Aturan ini untuk mendorong pemanfaatan layanan medis dan layanan obat yang lebih berkualitas serta akan mendorong premi asuransi kesehatan yang lebih terjangkau karena peningkatan premi dapat dimitigasi dengan lebih baik," ujar Ismail dalam siaran pers, dikutip Selasa (10/6/2025).

OJK juga menilai, berdasarkan pengalaman di berbagai negara, termasuk Indonesia, mekanisme co-payment atau deductible akan mendorong peningkatan kesadaran pemegang polis atau tertanggung dalam memanfaatkan layanan medis yang ditawarkan oleh fasilitas kesehatan.

(dov/wep)

No more pages