Selain itu, penyidik juga perlu melakukan konfirmasi dan klarifikasi sejumlah barang bukti elektronik yang didapatkan kepada tiga Stafsus tersebut. Namun, kejaksaan enggan membeberkan isi dari dokumen elektronik yang dikantongi penyidik saat ini.
"Nah tetapi, di dalam barang bukti elektronik yang sudah dibaca, dikaji, didalami oleh penyidik, inilah yang terus dipertanyakan kepada yang bersangkutan [para stafsus],” ujar Harli.
Tim penyidik Kejagung geledah dua rumah eks stafsus Nadiem yakni Fiona Handayani dan Jurist Tan di kawasan Menteng, Jakarta Selatan; yang merupakan kediaman Fiona, dan di kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan; yang merupakan kediaman Jurist 21 Mei lalu.
Berdasarkan hasil geledah di kediaman Fiona, tim penyidik memperoleh sejumlah barang bukti elektronik berupa satu unit laptop dan empat unit handphone. Sementara di kediaman Jurist, tim penyidik menyita dua unit disk penyimpan; satu unit flashdisk; dan satu unit laptop.
Anggaran untuk pengadaan laptop tersebut disebut mencapai Rp9,9 triliun, yang bersal dari anggaran pengadaan Teknologi, Informasi, dan Komputer (TIK) Kemendikbud sebesar Rp3,58 triliun, serta anggaran yang berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai Rp6,39 triliun.
Kejaksaan menduga terdapat pemufakatan jahat yang dilakukan tim teknis, dimana mereka membuat kajian teknis yang mengarahkan penggunaan laptop berbasis sistem operasi Chromebook. Padahal, sebelum setahun sebelum pengadaan itu sudah terdapat kajian yang menyatakan penggunaan Chromebook tidak optimal sebab terdapat kekurangan yang ditemukan.
Kekurangan tersebut antara lain, Chromebook hanya dapat efektif digunakan apabila terdapat jaringan internet. Sedangkan menurutnya, kondisi jaringan internet di Indonesia sampai saat ini diketahui belum merata, akibatnya penggunaan Chromebook sebagai sarana melaksanakan kegiatan Asesmen Kompetensi Minimal (AKM) pada satuan pendidikan berjalan tidak efektif.
Tim teknis terkait, akhirnya pada waktu itu telah mengeluarkan buku kaiian yang merekomendasikan penggunaan sistem operasi Windows. Namun, Kemendikbudristek mengganti kajian tersebut dengan kajian baru yang mengubah penggunaan sistem operasi Windows menjadi Chromebook.
(azr/frg)































