Logo Bloomberg Technoz

Lanskap global pada Selasa ini sejatinya menguntungkan mata uang emerging market dengan komentar dari pejabat utama AS yang positif tentang hasil pertemuan yang masih akan berlanjut hari ini. Namun, rupiah spot boleh jadi akan mengejar lebih dulu ketertinggalan pergerakan selama dua hari perdagangan libur yakni Jumat dan Senin. 

Lag effect mungkin akan membuat rupiah mengalami pelemahan lebih banyak. Selama dua hari tersebut, indeks dolar AS mencatat penguatan 0,2%.

Mata uang Asia dalam dua hari perdagangan tersebut, ketika rupiah absen, juga mayoritas mencetak pelemahan yang cukup besar terhadap dolar AS seperti dicatat oleh yen yang ambles 0,72% dan baht serta peso juga ringgit yang mengalami pelemahan pula. Di pasar offshore, rupiah NDF mencatat pelemahan 0,14% pada saat yang sama.

Perundingan Tiongkok-AS

Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick mengatakan diskusi antara Washington dan Beijing "berbuah hasil," sementara Menteri Keuangan Scott Bessent menyebut pertemuan tersebut "baik."

"Kami baik-baik saja dengan China. China tidak mudah," kata Trump kepada wartawan di Gedung Putih pada Senin. "Saya hanya mendapat laporan yang baik."

Pembicaraan akan berlanjut ke hari kedua, menurut seorang pejabat AS, karena kedua pihak berusaha meredakan ketegangan terkait pengiriman teknologi dan tanah jarang. Para penasihat akan bertemu lagi pada Selasa pukul 10 pagi di London.

Bukti konkret bahwa tarif berdampak pada perdagangan antara dua ekonomi terbesar dunia muncul pada Senin, di mana data menunjukkan pengiriman China ke AS bulan lalu mengalami penurunan terburuk dalam lebih dari lima tahun terakhir.

"Pasar bergerak lebih tinggi karena penundaan tarif dan persepsi bahwa tarif akan lebih moderat dari yang diumumkan sebelumnya," kata Richard Saperstein dari Treasury Partners, dilansir dari Bloomberg.

"Kami memperkirakan pasar akan tetap sensitif terhadap berita utama karena negosiasi kesepakatan dagang membutuhkan waktu dan berita tarif yang meresahkan kemungkinan akan menyebabkan volatilitas yang signifikan."

Dari dalam negeri, para pelaku pasar akan mencermati rilis data cadangan devisa pada Mei yang akan diumumkan pagi ini oleh Bank Indonesia.

Sementara sepanjang pekan ini, kalender ekonomi akan berpusat pada rilis data inflasi AS, selain mencermati perkembangan isu tarif di antara dua negara raksasa, serta kemajuan kesepakatan AS dengan negara-negara yang ia bidik.

Dana asing keluar

Sedikit kilas balik, pada pekan lalu, rupiah mencetak penguatan tipis 0,09% dan ditutup di level Rp16.275/US$. Penguatan rupiah yang tipis saja berlangsung ketika indeks dolar AS sebenarnya melemah cukup banyak. 

Pergerakan rupiah yang hanya menguat terbatas pada pekan lalu terbebani oleh tekanan jual asing (outflows) dari pasar saham dan surat utang domestik yang membesar.

Mengacu data Bloomberg, asing mencetak net sell sebesar US$ 288,4 juta di pasar saham selama pekan pendek lalu. Dengan kurs JISDOR terakhir di Rp16.277/US$, nilai penjualan bersih investor asing di saham itu setara dengan Rp4,7 triliun (all market).

Sementara di pasar surat utang negara, sampai data terakhir 3 Juni, investor asing membukukan net sell sebesar US$ 109,6 juta, setara dengan Rp1,78 triliun.

Adapun berdasarkan data Bank Indonesia, selama periode 2-4 Juni, investor asing membukukan net sell sebesar Rp4,48 triliun di pasar keuangan domestik.

Angka itu terdiri atas net sell di pasar saham oleh asing sebesar Rp3,98 triliun, lalu di instrumen Sekuritas Rupiah (SRBI) sebesar Rp5,69 triliun. Sedangkan di pasar SBN, asing mencatat net buy Rp5,19 triliun pada periode yang sama.

Arus keluar modal asing, kemungkinan karena terpicu sentimen negatif dari data neraca dagang April yang mencatat penyusutan nilai surplus di luar dugaan, dengan penurunan yang sangat besar.

Lonjakan impor selama April yang di luar dugaan pasar, bila berlanjut pada bulan-bulan berikutnya, mengancam rekor 60 bulan surplus dagang. Bila neraca perdagangan berbalik defisit, ada risiko pelebaran defisit transaksi berjalan menjadi lebih dari 1% dari Produk Domestik Bruto. Itu akan memicu tekanan besar pada rupiah.

Di sisi lain, kinerja ekspor komoditas unggulan RI pada April yang menunjukkan kelesuan, juga mengikis minat investor pada saham-saham sektor terkait. 

(rui)

No more pages