Berdasarkan data perizinan di Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Barat, izin tersebut diberikan berdasarkan Surat Keputusan Kepala DPMPTSP Provinsi Jawa Barat No. 540/64/29.1.07.0/DPMPTSP/2020 tertanggal 5 November 2020 dengan luas 9,16 hektare (ha), jenis komoditas tras.
Kepala Dinas ESDM Provinsi Jawa Barat Bambang Tirtoyuliono menyebut di blok tambang Gunung Kuda terdapat empat perizinan.
Satu di antaranya adalah milik Al Azhariyah, dua milik Kopontren Al Ishlah, dan satu lagi masih tahapan eksplorasi dan diduga masih satu grup dengan koperasi Al Azhariyah.
Akan tetapi, Bambang mengatakan tambang Gunung Kuda tersebut sudah tidak mengantongi dokumen rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) sejak 2024.
Bahkan, kata Bambang, kawasan tambang tersebut telah diminta untuk menghentikan operasinya pada 19 Maret 2025, tetapi tidak dihiraukan oleh pengelola tambang.
“Maka, kejadian lah bencana insiden ini. Maka hari itu Jumat [30/5/2025] juga kami langsung mencabut izin operasi produksi secara permanen baik milik koperasi Al Azhariyah, dan juga tiga lainnya,” ujarnya melalui siaran pers Kementerian ESDM, dikutip Senin (2/6/2025).
Saat ini, tim Inspektur Tambang (IT) Ditjen Minerba Kementerian ESDM masih terus melakukan proses verifikasi lapangan di tempat kejadian perkara (TKP).
Verifikasi tersebut mencakup identifikasi penyebab dasar dan penyebab langsung kecelakaan; baik dari sisi manusia, metode kerja, peralatan, material, maupun lingkungan kerja.
Praktik Lazim
Ketua Badan Kejuruan (BK) Pertambangan Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Rizal Kasli menilai pemberian IUP bagi koperasi maupun usaha kecil dan menengah (UKM) sebenarnya bukan praktik baru di Indonesia.
Menurutnya, praktik ini telah terjadi bahkan sejak sebelum dicantumkan ke dalam Revisi keempat atas Undang-undang No. 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba), yang disahkan DPR pada Selasa (18/2/2025).
“Banyak yang sudah mendapatkan izin, terutama tambang [mineral nonlogam] skala kecil seperti batuan, pasir, batu bara dan mineral lainnya,” ujarnya saat dihubungi dalam sebuah kesempatan
Selama ini, lanjutnya IUP yang diberikan kepada koperasi atau UKM lebih banyak dilakukan berdasarkan pengajuan izin, baik di daerah oleh gubernur/bupati maupun di pusat, tanpa melalui proses lelang.
Meski lazim, pemberian IUP bagi UKM dinilai patut mendapatkan catatan. Rizal menggarisbawahi bahwa industri pertambangan adalah sektor yang sarat akan modal, teknologi, kompetensi, serta penguasaan pasar.
Pemegang IUP harus melakukan kegiatan eksplorasi untuk memastikan ketersediaan cadangan. Kegiatan semacam ini membutuhkan modal besar dan waktu yang lama. Belum lagi, pengembalian modal di industri pertambangan juga tergolong lama.
Rizal menerangkan proses eksplorasi bisa berlangsung 5—8 tahun, tergantung komoditas tambangnya. Lalu, kajian analisis dampak lingkungan (amdal) bisa menelan waktu sekitar 1—2 tahun dan konstruksi bisa sekira 2—3 tahun, sebelum bisa berproduksi dan berjualan.
“Isu yang dikhawatirkan adalah masalah lama. Dengan pemberian [IUP kepada UKM atau koperasi] secara prioritas, ini akan muncul kembali praktik jual beli izin,” tuturnya.
“UKM yang mendapatkan izin tidak memiliki kemampuan dana, teknologi, kompetensi dan lain-lain. Hanya bermodalkan penunjukan izin tambang dan negosiasi fee untuk pemilik/pemegang izin.
Pascadisahkannya UU Minerba yang baru, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menegaskan UKM, koperasi, hingga badan usaha kini tidak perlu lagi mengikuti tender untuk mendapatkan lahan tambang karena akan mendapatkan IUP dengan skala prioritas.
“Nah sekarang UKM, koperasi, itu bisa mendapatkan IUP dengan skala prioritas. Artinya tidak mesti mengikuti tender murni,” kata Bahlil seusai rapat paripurna UU Minerba di DPR RI, medio Februari.
Bahlil juga menggarisbawahi IUP yang diberikan kepada ormas keagamaan, UKM, hingga koperasi dari pemerintah tidak boleh diserahkan kepada pihak ketiga.
“IUP-nya yang akan kita kasih ke prioritas untuk UKM, organisasi keagamaan, koperasi, itu tidak dapat dipindahtangankan dalam bentuk apapun. Bukan beli, dikasih, habis itu dijual lagi. Enggak akan dipindahtangankan dalam bentuk apapun,” ujarnya.
Dia berdalih, dengan adanya pemberlakuan aturan tersebut, UKM hingga koperasi dapat naik kelas dan tidak dikuasai pihak tertentu saja.
"Supaya apa? Kita ingin untuk mendorong pengusaha-pengusaha baru yang muncul dari daerah. Jadi sekarang di UKM, 5 tahun, 4 tahun, itu bisa menjadi pengusaha besar. Nah inilah yang menjadi tujuan pemerintah,” jelas Bahlil.
(red/wdh)
































