Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - PT Timah Tbk (TINS) menyatakan akan menindaklanjuti temuan dan rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ihwal potensi kerugian pada PT Timah mencapai Rp34,49 triliun akibat potensi kehilangan sumber daya timah di wilayah kerja perseroan. Dalam laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II-2024, BPK menyebut PT Timah tidak mampu melakukan pengamanan sumber dayanya, sehingga berdampak pada dugaan praktik penambangan ilegal di wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) TINS.

Hal itu terindikasi dari kepemilikan izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah yang terbesar di Indonesia untuk sektor timah, tetapi produksinya tidak sesuai dengan luasan IUP yang dimiliki. Pengamanan area penambangan yang tidak optimal tersebut dinilai berpotensi mengakibatkan kehilangan sumber daya timah pada periode 2013—semester I-2023.

"Terkait LHP tersebut perusahaan juga telah menyampaikan rencana aksi tindak lanjut untuk menjawab rekomendasi yang disampaikan BPK,” kata Sekretaris Perusahaan PT Timah, Rendi Kurniawan dalam siaran pers dikutip Kamis (29/5/2025). Rendi menyebutkan, sebagai upaya untuk meningkatkan tata kelola perusahaan yang baik (GCG), PT Timah membuka diri terhadap berbagai proses audit dan evaluasi dari lembaga berwenang termasuk yang dilakukan BPK.

Audit yang dilakukan oleh BPK merupakan bagian dari fungsi pengawasan eksternal yang dilakukan secara berkala untuk memastikan tata kelola keuangan dan operasional perusahaan berjalan sesuai ketentuan yang berlaku.

"Audit BPK jangan dipandang untuk mencari kesalahan, melainkan lebih pada upaya perbaikan dan penguatan sistem. BPK sebagai mitra strategis perusahaan membantu untuk mewujudkan tata kelola perusahaan yang profesional, bersih, dan bertanggung jawab," ujarnya. 

Rendi menambahkan, PT Timah berkomitmen untuk untuk meningkatkan tata kelola usaha yang berkelanjutan melalui prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG).  Soal aspek Environmental, PT Timah klaim secara konsisten melakukan reklamasi lahan pasca tambang. Pada medio 2015-2024, PT Timah telah mereklamasi seluas 3.221,73 hektar lahan bekas tambang yang tersebar di Kabupaten Bangka, Bangka Barat, Bangka Tengah, Bangka Selatan, Belitung, Belitung Timur dan IUP Lintas Kabupaten.

Selain itu, perusahaan juga berkomitmen mengurangi jejak karbon melalui penggunaan teknologi ramah lingkungan dan efisiensi energi. Upaya lain yang dilakukan seperti terus menggalakkan penanaman mangrove sebagai upaya untuk mewujudkan Net Zero Emission (NZE). Klaim TINS lain adalah membangun harmonisasi dengan masyarakat lingkar tambang, hingga memberikan kontribusi berupa program pemberdayaan hingga pelatihan usaha hingga kesehatan.

Ekskavator mengupas lapisan penutup untuk mendapatkan bijih timah di lubang tambang operasi PT Timah di Sungai Liat, Pulau Bangka./Bloomberg

Dalam aspek pemerintahan, Rendi menyebut, PT Timah berupaya memperbaiki tata kelola perusahaan dengan rutin melaksanakan audit internal untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi pertambangan sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas dengan melakukan publikasi laporan keberlanjutan secara berkala untuk memenuhi prinsip ESG.

"Dalam melaksanakan proses bisnis perusahaan PT Timah  tidak hanya memastikan kepatuhan regulasi, tetapi juga memperkuat keberlanjutan bisnis perusahaan di tengah tuntutan industri pertambangan yang bertanggung jawab," ucapnya. 

BPK sebelumnya mengindikasikan potensi kerugian pada PT Timah mencapai Rp34,49 triliun akibat potensi kehilangan sumber daya timah di wilayah kerja perseroan. Atas temuan tersebut, BPK merekomendasikan agar Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dapat mengusulkan kepada pemerintah untuk mengambil alih pengamanan penambangan WIUP PT Timah.

Menteri BUMN juga diminta melakukan koordinasi dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Menteri Perdagangan, dan aparat penegak hukum untuk melakukan penataan ulang bisnis timah di Pulau Bangka Belitung. Penataan ulang tersebut mencakup penertiban keberadaan perusahaan swasta dan smelter yang diduga menerima, mengolah, dan mengekspor hasil penambangan ilegal di WIUP PT Timah. "Selain itu, Direksi PT Timah agar melaporkan dugaan penambangan ilegal kepada aparat penegak hukum,” tegas BPK.

Mitra Usaha

Timah batangan yang ditumpuk dibungkus untuk pengiriman di gudang pabrik timah PT Timah di Pangkal Pinang, Pulau Bangka./Bloomberg-Dimas Ardian

Selain itu, BPK menemukan bahwa perencanaan penambangan mitra usaha PT Timah tidak disertai target produksi dalam perikatan penambangan dan biaya kerja sama sewa smelter melebihi harga pokok produksi (HPP) smelter TINS. Hal tersebut mengakibatkan PT Timah tidak dapat menentukan target produksi atas rencana kerja yang dikerjasamakan.

PT Timah juga terpaksa menanggung risiko potensi kehilangan bijih timah akibat belum akuratnya data sumber daya dan/atau cadangan di lokasi bekas tambang perseroan dan di lokasi usulan mitra yang berada di WIUP TINS. Tidak hanya itu, potensi kerugian perusahaan ditaksir mencapai Rp1,65 triliun atas HPP mitra sewa smelter PT Timah yang lebih tinggi untuk periode tahun 2019—2020.

Sebelumnya, Direktur Utama PT Timah Restu Widiyantoro mengakui sebanyak 31% atau 145.808 hektare (ha) WIUP perseroan terdampak permasalahan tumpang tindih dengan sektor lain. Sebanyak 31% WIUP tersebut tidak bisa dioperasikan secara maksimal oleh PT Timah karena beririsan dengan dengan kepentingan lain.

"Permasalahan ini terjadi pada kurang lebih 31% WIUP kami yang tidak bisa dilakukan operasi PT Timah secara maksimal," kata Restu dalam rapat bersama Komisi VI DPR, Rabu (14/5/2025).

Dalam paparannya, Restu memerinci sebanyak 288.638 ha luas WIUP darat terdampak, di mana 83.102 di antaranya merupakan kawasan hutan produksi sehingga diperlukan pinjam pakai kawasan hutan. Sementara itu, sebanyak 18.657 ha merupakan area perkebunan kelapa sawit sehingga diperlukan perjanjian penggunaan lahan bersama.

Selain wilayah daratan, sebanyak 184.672 ha WIUP laut PT Timah tumpang tindih dengan sektor lain. Sebanyak 41.406 ha terdampak rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Adapun, sebanyak 2.643 ha tumpang tindih dengan kabel bawah laut sehingga diperlukan koordinasi pemindahan kabel bawah laut.

“Termasuk di situ ada jaringan kabel bawah laut yang bukan milik PT Timah, tetapi harus bisa dikerjakan kalau melakukan koordinasi pemindahan kabel apabila memungkinkan dilakukan,” ujarnya.

(mfd/wep)

No more pages

Artikel Terkait

Baca Juga

Lainnya


Z-Zone