Logo Bloomberg Technoz

Filipina Ingin Hilirisasi Nikel, Penambang RI Sebut ‘Sudah Telat'

Mis Fransiska Dewi
27 May 2025 08:30

Penyadapan bijih nikel di tungku matte di smelter nikel yang dioperasikan oleh PT Vale Indonesia di Sorowako, Sulawesi Selatan./Bloomberg-Dimas Ardian
Penyadapan bijih nikel di tungku matte di smelter nikel yang dioperasikan oleh PT Vale Indonesia di Sorowako, Sulawesi Selatan./Bloomberg-Dimas Ardian

Bloomberg Technoz, Jakarta – Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) menilai keinginan Filipina untuk memulai hilirisasi nikel dengan melarang ekspor mineral bijih sudah terlambat untuk bisa menyaingi Indonesia.

Sekretaris Jenderal APNI Meidy Katrin mengatakan wacana Filipina untuk melarang ekspor mineral bijih—termasuk nikel — tidak akan berpengaruh terhadap Indonesia, meski selama ini banyak smelter pirometalurgi di Tanah Air yang masih mengimpor bijih dari Filipina.

“Ya intinya, masih banyak negara lain dong, bukan hanya dia [Filipina]. Cuma kan kalau Filipina mau export ban, dia mau ngapain? Karena kalau dia mau bikin downstream kayak Indonesia, telat,” ujar Meidy ditemui di sela agenda Energi dan Mineral Forum 2025, dikutip Selasa (27/5/2025). 


Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, volume impor bijih nikel dan konsentrat (ore nickel and concentrates) dengan kode HS 26040000 dari Filipina pada Februari 2025 sebanyak 2,38 juta ton. Angka ini naik dibandingkan dengan bulan sebelumnya sebanyak 2,07 juta ton.

Produsen nikel terbesar di dunia./dok. Bloomberg

Selain itu, menurut International Energy Agency (IEA), tiga produsen nikel terbesar pada 2030 dari sisi pertambangan a.l. Indonesia (62%), Filipina (8%), dan New Caledonia (6%). Dari sisi smelter a.l. Indonesia (44%), China (21%) dan Jepang (6%).