Sementara itu, PLN memiliki ruang sebesar 16,6 GW untuk menambah kapasistas listrik dari pembangkit fosil. Alokasi pembangkit fosil itu mengambil porsi mencapai 24% dari total kapasitas pembangkit dalam dokumen RUPTL tersebut.
Di sisi lain, PLN bakal ikut mendorong investasi pada kapasitas penyimpinan listrik atau storage mencapai 10,3 GW selama 10 tahun mendatang.
“Sebenarnya gas ini bukan lagi fosil an sich ya dia setengah, di Eropa saja masih batu bara kok di Turki saja masih ada batu bara, kita saja yang kekinian,” kata Bahlil.
Menurut hitung-hitungan PLN, peluang investasi untuk pembangkit selama 10 tahun mendatang mencapai Rp2.133,7 triliun, sekitar 73% dialokasikan untuk pengembang swasta atau Independent power producer (IPP).
Perinciannya, alokasi investasi untuk IPP sebanyak Rp1.566,1 triliun dengan porsi pembangkit EBT sebesar Rp1.341,8 triliun dan non EBT mencapai Rp224,3 triliun.
Sementara itu, porsi investasi pembangkit PLN mencapai Rp567,6 triliun. Dari alokasi itu, rencana investasi PLN sebesar Rp340,6 triliun untuk pembangkit EBT, dan sisanya Rp227 triliun untuk pembangkit non EBT.
“Ini kita perhitungkan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi kita yang akhirnya mencapai 8%” kata Bahlil.
Asumsi Pertumbuhan Konsumsi Listrik
PLN menargetkan tambahan penjualan listrik pada periode 2025 sampai dengan 2034 mencapai 205 Terawatt hour (TWh).
Adapun, realisasi penjualan listrik PLN hingga akhir 2024 mencapai 306 TWh. Dengan demikian, perusahaan listrik negara itu menargetkan penjualan listrik sampai akhir 2034 bisa mencapai 511 TWh.
Sebelumnya dalam rapat bersama dengan parlemen, Direktur Utama PLN Darmawan Prasjodjo menerangkan target penjualan listrik itu diharapkan dapat mendukung pertumbuhan ekonomi 8% pada 2029 yang ditetapkan pemerintah.
"Ini tentu saja untuk memberi ruang agar ada peningkatan pertumbuhan ekonomi, dan juga adanya investasi yang akan muncul masuk ke Indonesia,” kata Darmawan dalam rapat bersama Komisi XII DPR, Senin (2/12/2024).
Lewat RUPTL 2025-2034 itu, PLN menetapkan asumsi pertumbuhan penjualan listrik dengan rata-rata 21 TWh setiap tahunnya.
Asumsi pertumbuhan penjualan listrik itu ditopang dari proyeksi permintaan yang meningkat dari Kawasan Industri (KI), Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP), Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) dan Kendaraan Listrik (EV).
Di sisi lain, PLN menetapkan target penjualan listrik mencapai 327,7 TWh tahun ini, tumbuh 20,47 TWh atau 6,7% secara tahunan.
“Jauh di atas target RKAP 2024 dan merupakan capaian penjualan tertinggi sepanjang sejarah,” tutur Darmawan.
(naw)































