Selain itu, Hadi melandasi argumentasinya dengan asumsi bahwa produksi Blok Cepu dan Blok Rokan bisa sesuai dengan simulasi produksinya.
Terlebih, lifting dari penggabungan dua lapangan Blok Cepu dan Blok Rokan diproyeksikan mencapai 320.000 bph atau 53% produksi minyak nasional.
Pada 2024, PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) WK Rokan mencatatkan lifting di Blok Rokan sebanyak 58 juta barel. Sementara, ExxonMobil Cepu Limited (EMCL) menargetkan pengeboran atau drilling terhadap lima sumur minyak dari proyek tujuh sumur di Lapangan Banyu Urip, Blok Cepu, dapat rampung sebelum akhir tahun ini.
“Sebagai Catatan, kami percaya diri kinerja Blok Cepu. Namun saya khawatir dengan kinerja Blok Rokan karena mengandalkan kinerja ladang tua yang kadang prediksinya menjadi liar karena berbagai kendala di di bawah permukaan dan sistem produksi,” ujarnya.
Target Realistis
Dihubungi secara terpisah, Pendiri ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto berpendapat target lifting minyak pada tahun ini lebih realistis dan didasarkan pada kaidah keteknikan operasi perminyakan, di mana secara teknis memang realisasi dalam kisaran 600.000 bph merupakan angka maksimal yang bisa dicapai.
“Sebab di dalam pengelolaan dan pelaksanaan kegiatan di tingkat operasional juga bagus di dalam melakukannya. Selama ini pun kinerja pemerintah, SKK Migas khususnya, di dalam hal operasional ini sebenarnya memang sudah bagus,” ujar Pri Agung.
Dalam APBN 2025, target lifting minyak memang hanya dipatok sebanyak 605.000 bph, turun dari target APBN tahun lalu sebanyak 635.000 bph. Sepanjang 2024, realisasi lifting minyak hanya 579.700 bph, jauh di bawah target.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, realisasi lifting minyak per Maret 2025 mencapai 573.900 bph atau mencapai 94,85% dari target yang ditetapkan pemerintah tahun ini.
(dov/wdh)
































