TGUK, pemilik brand minuman Teguk, mencatatkan penurunan kinerja drastis sepanjang 2024. Perusahaan terpaksa menutup ratusan gerai dan kini hanya mengoperasikan 35 gerai dari sebelumnya 120 outlet sejak berdiri pada 2018. Manajemen mengakui penurunan daya beli masyarakat menjadi pemicu utama.
Lini bisnis lain milik TGUK seperti Esgrim, Cemil.in, dan Seblak.in Aja juga mengadopsi strategi low-cost low-price, namun tetap terdampak pelemahan konsumsi domestik.
Penjualan minuman anjlok 46,3% menjadi Rp64,73 miliar, sementara penjualan makanan turun lebih dari separuh menjadi Rp5,07 miliar per September 2024. Total pendapatan menyusut menjadi Rp69,8 miliar dari sebelumnya Rp100,12 miliar.
Kerugian TGUK membengkak hingga Rp20,2 miliar sampai akhir kuartal III/2024, berbalik dari laba Rp4,07 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya. Laba kotor merosot 51,6% menjadi Rp34,6 miliar.
Sementara itu, liabilitas melonjak 64,7% menjadi Rp38,54 miliar dan ekuitas turun 11,4% menjadi Rp157 miliar. Aset perusahaan ikut menyusut menjadi Rp195,58 miliar.
Likuiditas TGUK juga menipis. Ini tercermin dari saldo laba yang belum ditentukan penggunaannya sebesar Rp4,73 miliar per kuartal III-2024. Angka ini merosot 80,95% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, Rp24,83 miliar.
Sorotan lainnya adalah struktur organisasi TGUK yang sangat ramping. Berdasarkan keterbukaan kepada Bursa Efek Indonesia, perusahaan hanya memiliki empat karyawan tetap yaitu pada posisi Supply Chain Manager, IT Manager, F&B Manager, dan Ass. Manager Business Development.
“Sisanya adalah karyawan kontrak.” tulis manajemen TGUK beberapa waktu lalu di keterbukaan informasi, dikutip Jumat (23/5/2025).
Setelah proses pengambilalihan rampung, Visionary Capital akan resmi menjadi pengendali TGUK. Seluruh proses disebut akan dilaksanakan sesuai aturan pasar modal yang berlaku.
(dhf)





























