“Kami akan memastikan bahwa pernyataan konsensus baru kami akan tahan terhadap berbagai kondisi dan perkembangan ekonomi,” ujarnya.
Tahun ini, para pejabat The Fed memulai tinjauan berkala terhadap strategi jangka panjang bank sentral — atau kerangka kerja — untuk menjalankan kebijakan moneter dan alat komunikasinya. Kerangka kerja ini berfungsi sebagai panduan bagi para pejabat dalam Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) saat mereka berupaya mencapai dua tujuan utama yang ditetapkan Kongres: menjaga stabilitas harga dan memaksimalkan lapangan kerja. The Fed sendiri menargetkan inflasi sebesar 2%.
Setelah tinjauan terakhir yang selesai pada 2020, The Fed mengadopsi kerangka baru yang bertujuan mencapai inflasi sedikit di atas 2% untuk “beberapa waktu” setelah sebelumnya inflasi terus berada di bawah angka tersebut — pendekatan ini dikenal sebagai flexible average inflation targeting.
Powell mengatakan bahwa salah satu pertimbangan utama pada 2020 adalah menjaga ekspektasi jangka panjang masyarakat terhadap inflasi tetap mendekati 2%.
“Ekspektasi yang terjaga adalah kunci dari semua yang kami lakukan, dan kami tetap berkomitmen penuh pada target 2%,” tegasnya.
Namun demikian, ia menambahkan bahwa lingkungan ekonomi telah berubah secara signifikan sejak 2020, dan tinjauan kerangka kerja saat ini akan mencerminkan penilaian para pembuat kebijakan terhadap perubahan tersebut.
“Kita mungkin memasuki periode di mana guncangan pasokan lebih sering terjadi dan mungkin lebih bertahan lama — ini menjadi tantangan besar bagi ekonomi dan bank sentral,” kata Powell.
Ia juga menambahkan bahwa ide bahwa para pembuat kebijakan terhalang oleh batas bawah suku bunga — ketika suku bunga sudah sangat rendah sehingga tidak ada ruang untuk memangkas lebih lanjut guna mendukung ekonomi — “bukan lagi asumsi dasar.” Namun, katanya, “akan bijak jika kerangka kerja ini tetap mempertimbangkan risiko tersebut.”
Kekurangan
Tinjauan kerangka kerja pada 2020 juga mengubah pendekatan The Fed terhadap target lapangan kerja dengan lebih menekankan pada “shortfalls” atau kekurangan — periode ketika tingkat pengangguran terlalu tinggi. Sebelumnya, The Fed sama-sama mengkhawatirkan situasi ketika pengangguran terlalu tinggi atau terlalu rendah.
Perubahan ini secara efektif mengurangi praktik lama di mana The Fed akan menaikkan suku bunga secara dini guna mendinginkan pasar tenaga kerja dan mencegah potensi inflasi, bahkan sebelum tekanan itu muncul.
Powell pada Kamis menegaskan bahwa perubahan tersebut bukan berarti The Fed berkomitmen untuk selamanya menghindari tindakan pre-emptive atau mengabaikan ketatnya pasar tenaga kerja ketika jumlah lowongan kerja jauh melebihi jumlah pencari kerja.
“Perubahan ini menunjukkan bahwa ketatnya pasar tenaga kerja saja tidak akan cukup untuk memicu respons kebijakan, kecuali komite percaya bahwa jika dibiarkan, hal itu akan menyebabkan tekanan inflasi yang tidak diinginkan,” jelasnya.
Powell tidak menyinggung komponen lain dari kerangka kerja saat ini yang menggambarkan target lapangan kerja maksimal sebagai tujuan yang “luas dan inklusif.”
Sejumlah pengamat The Fed menilai bahwa perubahan ini menjadi alasan mengapa bank sentral terlambat menaikkan suku bunga sebagai respons terhadap inflasi pasca pandemi. Mereka berargumen bahwa para pejabat terlalu fokus pada target lapangan kerja. Ketika The Fed mulai agresif menaikkan suku bunga di awal 2022, inflasi sudah melonjak ke tingkat tertinggi dalam hampir 40 tahun.
Namun Powell membantah bahwa kerangka kerja tersebut bertanggung jawab atas keterlambatan itu. Ia justru menyebut bahwa keputusan para pejabat saat itu — yang kemudian terbukti keliru — berangkat dari keyakinan bahwa inflasi akibat pandemi bersifat sementara.
Powell mengatakan The Fed berniat menyelesaikan tinjauan kerangka kerja ini sebelum akhir musim panas.
(bbn)