Hubungan yang semakin erat ini terlihat pada Selasa (13/5/2025), saat pemimpin China Xi Jinping dan Lula menandatangani kesepakatan untuk investasi China di bidang pertambangan, infrastruktur transportasi, dan pelabuhan, serta pembelian pesawat jet buatan Embraer SA.
Pakta yang ditandatangani di Beijing ini menandai langkah terbaru dalam upaya Lula untuk mentransformasi ekonomi Brasil yang bergantung pada komoditas dengan bantuan China, sekaligus mengirim salah satu sinyal terkuat sejauh ini bahwa ancaman proteksionis Donald Trump tidak banyak menghalangi pemimpin negara dengan ekonomi terbesar di Amerika Latin ini untuk bertaruh lebih besar lagi pada Beijing.
China dan Brasil juga memutuskan untuk bekerja sama di bidang kecerdasan buatan dan mengambil tindakan bersama dalam mengatasi masalah iklim. Bank-bank sentral mereka juga menandatangani perjanjian pertukaran mata uang untuk menyediakan likuiditas bagi pasar masing-masing selama lima tahun.
Pertanyaannya sekarang, apakah kemungkinan kesepakatan tarif Beijing dengan AS bisa membahayakan perdagangan China dengan Brasil.
Dalam de-eskalasi besar-besaran yang diumumkan pada Senin (12/5/2025), AS memangkas bea masuk atas produk-produk China menjadi 30% dari 145% selama 90 hari, sementara Beijing menurunkan pungutan atas sebagian besar barang AS menjadi 10%.
Brasil telah diuntungkan dalam beberapa tahun terakhir karena China berupaya mengurangi ketergantungannya pada produk-produk pertanian AS. Dalam hal kedelai, misalnya, eksportir Amerika pernah mendominasi pasar China, tetapi pangsa mereka turun menjadi hanya 20% tahun lalu—melemah dari sepertiga pada tahun 2017—karena China meningkatkan pembelian dari Brasil sebagai gantinya.
Perkembangan terkini antara China dan AS berarti masalah ini mungkin akan segera menjadi perhatian yang lebih tinggi bagi Brasil.
Valor melaporkan Mauricio Claver-Carone, utusan Trump untuk Amerika Latin, memperingatkan Brasil akan menderita jika China setuju untuk meningkatkan impor produk pertanian AS sebagai bagian dari perjanjian potensial di masa depan. Awal bulan ini, ia meminta Brazil untuk memprioritaskan hubungan komersial dan investasinya dengan AS.
Namun, saat berbicara di Beijing, Lula terdengar tidak peduli. Dalam sindirannya yang samar-samar terhadap Trump, ia juga mempertanyakan bagaimana satu negara dapat mengancam seluruh dunia dengan tarif.
"Brasil tidak takut bersaing dengan AS dalam hal jumlah dan kualitas barang kami," katanya. "Semakin banyak produk, semakin banyak perdagangan, semakin baik bagi semua orang."
(bbn)































