Para pejabat perdagangan negara Asia Tenggara ini terlibat dalam negosiasi yang intens dengan rekan-rekan mereka di AS. Pasalnya, mereka berusaha menghindari tarif 46% yang akan memberikan pukulan serius pada pertumbuhan ekonomi negaranya.
Pada saat yang sama, negara ini juga berusaha menyeimbangkan hubungan dengan mitra dagang terbesarnya, China, yang telah memperingatkan negara-negara lain agar tidak membuat kesepakatan yang merugikan Beijing.
Chinh mengatakan kepada parlemen bahwa Vietnam akan terus mengelola mata uang dan suku bunga secara fleksibel untuk memastikan permintaan pinjaman mampu membantu menopang pertumbuhan ekonomi negara tersebut.
Pemerintah juga akan meningkatkan pengembangan kereta api berkecepatan tinggi dan pembangkit listrik tenaga nuklir, serta juga berusaha menarik lebih banyak investasi teknologi asing, termasuk di sektor semikonduktor dan AI.
Indeks manajer pembelian manufaktur S&P Global untuk Vietnam menunjukkan adanya kontraksi pada April ke angka terendah sejak Mei 2023, tanda pabrik-pabrik semakin tertekan.
Vietnam juga "mendorong modernisasi militer, mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi militer, memproduksi senjata dengan peralatan berteknologi tinggi," kata Chinh, tanpa memberikan rincian lebih lanjut.
Phan Van Mai, Kepala Komite Ekonomi dan Keuangan Majelis Nasional, menyebut pertumbuhan PDB kuartal pertama lebih lambat dari target, membuat pemerintah tertekan untuk memenuhi target pertumbuhan 8% tahun ini.
Mai menegaskan pemerintah harus terus menekan inflasi, menurunkan suku bunga pinjaman untuk mendukung bisnis sambil mengupayakan langkah-langkah untuk merespons risiko perang dagang.
(bbn)