Logo Bloomberg Technoz

RSI di atas 50 menandakan suatu aset sedang dalam posisi bullish. Namun hati-hati, karena RSI di atas 70 memberi sinyal sudah jenuh beli (overbought).

Sementara indikator Stochastic RSI ada di 41,46. Menghuni area jual (long) tetapi rasanya tidak terlampau kuat.

Sedangkan indikator Average True Range (ATR) 14 hari ada di 125,78. Jadi, volatilitas harga emas sepertinya akan tinggi.

Oleh karena itu, sepertinya harga emas masih bisa turun lagi. Maklum, kenaikannya sudah begitu pesat.

Sepanjang 2025 (year-to-date), harga emas sudah melesat 23,52%. Selama setahun terakhir, harga meroket 39,37%.

Untuk pekan ini, ada kemungkinan harga emas akan menguji target support di US$ 3.273/troy ons yang menjadi Moving Average (MA) 5. Jika menembus pivot point US$ 3.265/troy ons, maka ada risiko akan menguji support berikutnya di US$ 3.140/troy ons.

Adapun target resisten ada di US$ 3.359/troy ons. Penembusan di titik ini bisa mengantar harga emas menuju US$ 3.410/troy ons.

Harga Emas di Pasar Spot (Sumber: Bloomberg)

Penyebab Koreksi Harga Emas

Perkembangan di Amerika Serikat (AS) masih menjadi penggerak utama harga emas. Presiden Donald Trump mengungkapkan kesepakatan dagang dengan India, Jepang, dan Korea bisa tercapai dalam waktu dekat.

Bahkan Trump menyebut tercapainya kemungkinan kesepakatan dengan China memiliki “kesempatan yang cukup tinggi”.

China pun merespons positif. Pemerintahan Presiden Xi Jinping menyatakan kemungkinan untuk memulai perundingan dagang dengan Negeri Paman Sam.

Tensi perang dagang pun mereda. Ini menyebabkan investor mulai meninggalkan aset yang dipandang aman (safe haven) seperti emas. Sebagai gantinya, investor pun memburu aset berisiko seiring sentimen pasar yang membaik.

Akhir pekan lalu, indeks S&P 500 di bursa saham New York ditutup menguat nyaris 1,5%. In membuat S&P 500 naik selama 9 hari perdagangan terakhir, rantai penguatan terpanjang dalam 2 dekade terakhir.

(aji)

No more pages