Kebuntuan ini menggarisbawahi situasi sulit yang dihadapi Boeing sebagai eksportir barang manufaktur AS terbesar setelah Presiden Donald Trump mengumumkan tarif terhadap sebagian besar mitra dagang AS. Sejauh ini, hanya China yang membalas yang membuat jet Boeing keluar dari pasar maskapai penerbangan negara tersebut.
Ortberg mengakui perubahan haluan yang sedang terjadi di Boeing bisa menjadi sulit jika lebih banyak negara mengikuti langkah China. Komentar yang sama disampaikan CEO General Electric Co, Larry Culp pekan ini, kepala Boeing mengatakan ia dan stafnya telah menekan pemerintahan Trump tentang pentingnya ekspor kedirgantaraan bagi ekonomi AS.
"Saya kira tidak ada pun satu hari berlalu tanpa kami terlibat dengan seseorang di pemerintahan, termasuk kabinet, sekretaris, dan bahkan POTUS sendiri," ujar Ortberg.
Untuk saat ini, dampaknya masih bisa diatasi Boeing, yang mampu mengimbangi kenaikan biaya yang dibayarkan untuk barang dan jasa yang lebih mahal pada pesawat jet yang diekspor. Para eksekutif mematok risiko pembuat pesawat ini kurang dari US$500 juta, di mana pesawat yang dikirim ke China membahayakan pendapatan sekitar US$1 miliar atau lebih.

Namun, permintaan pesawat jet baru yang terus meningkat, dikombinasikan dengan kendala pengiriman oleh saingannya Airbus SE, seharusnya menguntungkan Boeing. Di antara maskapai penerbangan yang bersedia menampung pesawat yang ditolak China ialah Air India Ltd.
Bloomberg melaporkan pekan ini, hingga akhir bulan lalu, maskapai asal India ini sudah menerima 41 pesawat jet 737 Max pesanan maskapai-maskapai China. Air India Ltd memberi isyarat mereka ingin menerima lebih banyak lagi.
"Ke depannya, jika China memutuskan menunda atau membatalkan pesanan, Boeing seharusnya tidak mengalami banyak kesulitan untuk merealokasi pesawat ke maskapai lain yang membutuhkan kapasitas tambahan," ucap Ron Epstein, analis di Bank of America, dalam catatan untuk kliennya.
Kemungkinan dampak tarif membayangi kinerja Boeing baru-baru ini yang sebelumnya optimis, disorot dalam laporan kuartal pertama yang menunjukkan peningkatan pendapatan dan konsumsi kas.
Efek negatif lain yang mungkin muncul akibat perang dagang ialah dampaknya terhadap pemasok, terutama bisnis-bisnis kecil yang kesulitan menghadapi biaya lebih tinggi dari kenaikan tarif yang direncanakan Boeing.
Ortberg mengatakan perusahaan mengawasi ketat para pembuat suku cadang, tetapi belum mendeteksi adanya kelemahan karena bersiap untuk meningkatkan produksi model 737 Max dan 787 dalam beberapa bulan mendatang.
Dia membeberkan Boeing sudah menyusun rencana untuk mencapai irama bulanan di pertengahan 50-an untuk pesawat 737 Max. Untuk saat ini, perusahaan ingin mencapai batas bulanan 38 unit yang ditetapkan Administrasi Penerbangan Federal (FAA), sebelum akhirnya naik ke 42 unit dan seterusnya, asalkan metrik yang mengukur kesehatan pabrik dan pemasoknya tetap stabil.
Kenaikan tarif ini akan membantu meningkatkan arus kas, di mana Ortberg menegaskan kembali Boeing memasang target untuk membalikkan pengurasan pada semester pertama menjadi perolehan kas pada akhir tahun ini.
"Kami berada di jalur yang tepat untuk pemulihan itu untuk kembali ke arus kas positif pada paruh kedua tahun ini," tandasya.
(bbn)